‘Revenge’ Politik Iswanto, Runtuhnya Singgasana Sulaimi

“Seharusnya dalam mengambil keputusan pemberhentian Sekda, perlu mempertimbangkan proses dan prosedur yang benar, serta memastikan bahwa keputusan tersebut tidak melanggar hukum dan peraturan yang berlaku, apakah itu sudah benar yang dilakukan PJ Bupati Iswanto?, kita lihat saja nanti,” pungkas Erlizar.

BANDA ACEH | mediaaceh.co.id –Atmospir’ politik santun di Aceh Besar terbakar, disulut kelompok yang mengatas namakan penguasa pada ‘pusaran ambivalen’ sektoral.

Ada indikasi ‘Abuse of Fower’ dilakukan penguasa Aceh Besar. Karena perbedaan politik pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2024 yang baru saja berlalu. Sekretaris Daerah (Sekda) Drs. Sulaimi, M.Si pun dicopot sepihak dari jabatannya.

Kisruh berujung pencopotan Sulaimi itu, ‘preseden’ terhadap Roda Pemerintahan di Aceh Besar, seakan ‘Oligarki’ telah menunggangi Penjabat (PJ) Bupati Muhammad Iswanto.

Padahal Muhammad Iswanto, jadi ‘Waiting List’ calon dibuang pada pemerintahan Muzakir Manaf [Dikutip dari pernyataan Nyak Dhien], sebab dirinya juga berada di ring satu Bustami Hamzah.

Merunut ‘benang merah’, keduanya satu aliran dalam politik di Pilkada 2024 lalu, sangat ‘paradoks’ yang dilakukan terhadap Sulaimi.

Malah kuat dugaan ‘Revenge’ [Balas Dendam] yang dimainkan Iswanto terkait ‘Like it or not’ [Suka tak suka], berasal dari gerbong lokomotif sama.

Apa yang salah dengan Sulaimi? Padahal kinerjanya di tata kelola pemerintahan baik. Sejatinya harus tetap di pertahankan, jika merujuk pada etika profesional dan etos kerja.

Berseberangan dalam konteks pribadi tidak harus menjalar pada loyalitas dan akuntabel seseorang dalam menjalankan tugas sebagai abdi negara. Juntrungnya profesionalitas seorang kepala daerah dipertanyakan kembali.

Kemelut dugaan perbedaan politik dan abuse of power Iswanto mendapat kritik tajam pemerhati dan elemen di Aceh, khususnya Aceh Besar.

Sebab, pemecatan Sulaimi dianggap perbuatan melawan hukum, tidak dilakukan secara Yuridis Formal [Aturan hukum] tanpa melalui Pengajuan, Pertimbangan Pengkajian dan Pengambilan Keputusan] tahapan prosedural.

Sudah Dilaluikah Tahapan ini?

Ini skema pemberhentian Sekretaris Daerah (Sekda) dan harus dilalui, ada beberapa tahapan. Poin Pertama; Gubernur atau Bupati/Walikota dapat mengajukan usul pemberhentian Sekda kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.

Poin Kedua; Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota akan melakukan pertimbangan dan pengkajian terhadap usul pemberhentian Sekda.

Poin Ketiga; Berdasarkan hasil pertimbangan dan pengkajian, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota akan mengambil keputusan tentang pemberhentian Sekda.

Poin Keempat menyatakan; Jika keputusan pemberhentian Sekda telah diambil, maka Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota akan memberitahukan keputusan tersebut kepada Sekda yang bersangkutan.

Dan poin kelima menyatakan; Setelah pemberhentian Sekda, maka akan dilakukan serah terima jabatan kepada pejabat yang baru.

Sementara Dasar Hukumnya adalah; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2019 tentang Perangkat Daerah.

Ini Skema dan Alasan Pemberhentian Sekda

Pertama; Pengakhiran masa jabatan. Kedua Pengunduran diri. Ketiga Pemberhentian karena pelanggaran. Dan keempat Pemberhentian karena tidak memenuhi syarat.

Perlu diingat bahwa pemberhentian Sekda harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan dasar hukum yang berlaku.

Pertanyaannya; apakah Penguasa di Aceh Besar sudah merujuk pada tahapan dimaksud terkait pencopotan Sulaimi sebagai Sekda?, kembali dari sisi mana kita melihatnya.

BACA JUGA...  Pemuda Harus Kawal Kebijakan Pemerintah Dalam Penangan Covid-19

Pencopotan Sulaimi Mengejutkan

Pemberhentian sekretaris Daerah Aceh Besar sangat mengejutkan warga Kota Jantho khususnya dan Aceh, apalagi dilakukan secara tiba-tiba.

Mendulang perbincangan di kalangan pejabat pemerintah dan masyarakat, mengingat pemberhentian tersebut berdampak terhadap keberlangsungan pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Besar tahun 2025.

Pembehentian Drs. Sulaimi M.Si sebagai sekda Aceh Besar disinyalir karena perbedaan pandangan politik pada saat pilkada Aceh saja. Apakah itu cukup kuat untuk memberhentikan dirinya, entahlah.

Media ini coba menelusuri kebenaran itu pada Sulaimi. Dia sarankan agar menghubungi penasehat hukumnya.

“Silahkan anda tanyakan langsung pada Penasehat Hukum Saya [Pengacara Sulaimi maksudnya],” jawabnya singkat.

Itu Mal Administrasi

Erlizar Rusli, SH. MH [Kuasa Hukum] saat dikonfirmasi via aplikasi WhatsApp, membenarkan telah menerima kuasa khusus dari Sulaimi perihal perkara pemberhentian dirinya sebagai Sekda Aceh Besar.

Dari kejadian itu, Erlizar akan menyurati PJ Gubernur Aceh. Sebab sebutnya; banyak kejanggalan dalam sistem hukum administrasi terhadap Pemberhentian Sulaimi.

Tentu bertentangan dengan sistem hukum admintrasi pemerintahan, akibatnya akan berdampak besar terhadap proses Anggaran Pembangunan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Besar tahun 2025, karena secara hukum admintrasi yang berhak menandatangani Dokumen Pelaksana Anggran (DPA) untuk tahun anggaran 2025 adalah Sulaimi.

Satu sisi Sulaimi sudah di Berhenti kan dari jabatannya sebagai Sekda sejak tanggal 20 Desember 2024. Dikatahuinya mendadak [Last minute] pada tanggal 17 Januari 2025 di ruangan kerja PJBupati.

“Bahwa dalam DPA untuk anggaran tahun 2025 yang disusun oleh seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) pada bulan Desember 2024 semuanya tercantum nama Sulaimi sebagai Sekda dan yang berhak menandai tangani DPA ya beliau,” jelasnya.

Secara rull of law, hal tersebut tidak bisa digantikan oleh siapa pun, untuk menandai tangani berkas DPA berdasarkan hukum administrasi pemerintahan.

Kata Erlizar lagi, karena pergantian yang dilakukan sengat mendadak dan tanpa pemberitahuan, dimana SK pemberhentian 20 Desember 2024 dan pelantikan 17 Januari 2025 sebagai staf ahli PHP (Pemerintahan Hukum dan Politik).

Secara ‘Dejure’ Sulaimi tidak punya kewenangan lagi untuk menanda tangani DPA; akibatnya, DPA tidak bisa di tandatangani Sulaimi.

Kemungkinan APBK 2025 Aceh Besar akan mengalami hambatan, sehingga harus dilakukan perubahan dalam APBK-P bulan Agustus 2025 mendatang.

“Hal inilah yang melatar belakangi kenapa kami selaku penasihat hukum menduga PJ Gubernur cq PJ Bupati dalam mengambil kebijakan mutasi tanpa memikirkan kepentingan masyarakat, hanya berpijak pada kepentingan pribadi dan kelompok,” jelasnya.

Dikatakan; proses pemberhentian tersebut juga merupakan tindakan hukum mal administrasi dan pemberhentian Sulaimi adalah abuse of power [penyalah gunaan kekuasaan].

Tempuh Jalur Hukum

Pemberhentian sepihak tersebut, membuat Sulaimi berang. Melalui pengacaranya [Kuasa Hukum], Ia akan menempuh jalur hukum dengan prosedur.

Awalnya Kuasa Hukum Sulaimi sudah melayangkan surat keberatan atas pemberhentian sepihak tersebut kepada PJ Gubernur Aceh.

“Kita masih menunggu jawaban PJ Gubernur Aceh, terkait surat keberatan atas apa yang dialami oleh klien kami dan Banding mal administrasi. Selanjutnya kita akan lakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab pemberhentian itu kami anggap sangat tidak wajar secara Yuridis formal,” tegas Erlizar.

BACA JUGA...  Kepala BNNP Aceh Ajak Siswa SMA Berprestasi Jadi Pelopor Pencegah Narkoba

Apalagi itu, dengan pemberhentian sepihak dilakukan PJ Bupati Aceh Besar. Iswanto; berdampak pada macetnya pembangunan. Terutama itu yang berkenaan langsung pada sendi sendi perekonomian masyarakat.

“Jadi sebelum diberitahukan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sebagai Sekda tanggal 17 Januari 2025 lalu, klien kami masih berstatus dan bertugas sebagai Sekda Aceh Besar,” Sebut Erlizar.

Sehingga banyak pekerjaan dilakukan masih tetap sebagai Sekda termasuk DPA untuk anggaran APBK tahun 2025. Padahal SK Pemberhentian tersebut sudah terbit, tetapi masih pegang oleh PJ Bupati Iswanto.

Tahunya Sulaimi diberhentikan dari jabatan Sekda, saat pelantikan dalam jabatan baru tanggal 17 Januari 2025. Sebagai Staf Ahli. “Sangat tidak lazim dalam sistim hukum administrasi pemerintahan yang normal,” ujarnya.

Sebut Erlizar lagi, kuat dugaan mal administrasi dalam proses pemberhentian Sulaimi, kliennya. Parahnya, tidak menutup kemungkinan APBK Aceh Besar akan mengalami masalah dalam pencairannya.

Alasan Mal Administrasi

Erlizar menyebut terkait pemberhentian Sekretaris Daerah (Sekda) tanpa melalui kajian dan analisa serta pengajuan kepada Provinsi dapat dianggap sebagai mal administrasi.

Alasannya; Pertama Pemberhentian Sekda tanpa melalui proses yang benar dapat dianggap sebagai pelanggaran proses administrasi.

Kedua; Pemberhentian Sekda tanpa kajian dan analisa dapat dianggap sebagai kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan.

Dan Ketiga; Pemberhentian Sekda tanpa pengajuan kepada Provinsi dapat dianggap sebagai kurangnya akuntabilitas dalam pengambilan keputusan.

Konsekuensi Mal Administrasi

Bahwa; Keputusan pemberhentian Sekda dapat diuji oleh pengadilan administrasi.

Bahwa; Jika keputusan pemberhentian Sekda dianggap tidak sah, maka keputusan tersebut dapat dibatalkan.

Bahwa; Jika pemberhentian Sekda dianggap tidak sah, maka Sekda yang bersangkutan dapat meminta ganti rugi.

Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2019 tentang Perangkat Daerah

“Seharusnya dalam mengambil keputusan pemberhentian Sekda, perlu mempertimbangkan proses dan prosedur yang benar, serta memastikan bahwa keputusan tersebut tidak melanggar hukum dan peraturan yang berlaku, apakah itu sudah benar yang dilakukan PJ Bupati Iswanto?, kita lihat saja nanti,” pungkas Erlizar.

Ini Langkah Strategis

Sementara itu, PJ Bupati Aceh Besar, Iswanto dalam arahannya beberapa waktu lalu mengatakan bahwa; Rotasi dan mutasi jabatan merupakan langkah strategis yang harus dilakukan guna memperkuat roda pemerintahan di Aceh Besar.

“Kita berharap pak Sulaimi bisa terus berkontribusi dalam pembangunan daerah melalui jabatan barunya. Mutasi ini adalah bagian dari upaya penyegaran organisasi demi mendukung visi dan misi pemerintah daerah,” ujar.

Batal Demi Hukum

Tindakan Iswanto, memberhentikan Sulaimi dari jabatannya sebagai Sekda, telah melakukan kesalahan fatal, dengan tidak segera melantik pengganti Sulaimi setelah pejabat tersebut diberhentikan oleh Gubernur Aceh.

Akibatnya, segala administrasi dan tindakan yang dilakukan oleh Sulaimi setelah 20 Desember 2024 menjadi batal demi hukum, karena dia tidak lagi menjabat sebagai Sekda sejak tanggal tersebut.

Kesalahan ini terjadi karena SK pemberhentian Sulaimi dari jabatan Sekda yang dikeluarkan oleh Gubernur Aceh pada 20 Desember 2024 disembunyikan oleh Iswanto, sehingga Sulaimi tidak mengetahui statusnya.

Tanpa pemberitahuan resmi, Sulaimi tetap melaksanakan tugas seperti biasa, menerima tunjangan, dan hak-hak lainnya yang seharusnya hanya diberikan kepada pejabat yang sah.

BACA JUGA...  Ganjar Serahkan Bantuan Empat Truk dan 25 Kendaraan Bermotor ke Polda Jateng

Berdasarkan SK Gubernur Aceh nomor PEG.821.22/66/2024 tanggal 20 Desember 2024, Sulaimi diberhentikan dari jabatan Sekda Aceh Besar terhitung mulai tanggal 20 Desember 2024. SK tersebut dinyatakan berlaku sejak tanggal ditetapkan, yakni 20 Desember 2024.

Sembunyikan SK Pemberhentian

Secara hukum sejak tanggal 20 Desember 2024, Pemkab Aceh Besar tidak lagi memiliki Sekda. Sementara, Iswanto tidak memberitahukan kepada Sulaimi bahwa dia bukan lagi sebagai Sekda.

Akibat tidak mengetahui ‘Embeded’ yang disimpan rapat-rapat oleh Iswanto, Sulaimi tetap bekerja seperti biasa di saat dia bukan lagi Sekda karena telah diberhentikan oleh gubernur. Kesalahan yang diciptakan oleh Iswanto ini akan menimbulkan implikasi hukum dalam pemerintahan Aceh Besar.

Seperti diketahui, Iswanto baru melakukan pergantian Sekda pada tanggal 17 Januari 2025 menyusul pelantikan Sulaimi sebagai Staf Ahli Bupati. Padahal sejak 20 Desember 2024, Sulaimi bukan Sekda lagi. Dengan kata lain, terjadi kekosongan Sekda selama 27 hari.

Seperti dikutip dari laman KabarAktual.id Jumat, 24 Januari 2025 lalu, Mantan Sekda Sulaimi membenarkan informasi tersebut. Dia mengaku sama sekali tidak mengetahui bahwa sejak 20 Desember 2024 tidak lagi menjabat sebagai Sekda, makanya dia tetap bekerja seperti biasa.

Menurut Sulaimi, dia baru mengetahui diberhentikan dan dimutasi menjadi Staf Ahli pada pagi Jumat tanggal 17 Januari 2025. Karena dilakukan secara mendadak dan terkesan seperti ditodong, kata dia, makanya pelantikan tersebut terlihat tidak lazim sebagaimana aturan pelantikan seorang pejabat eselon II.

Sulaimi menambahkan, jika pemberhentian itu mengacu SK Gubernur Aceh maka seluruh administrasi yang ditandatanganinya atas nama Sekda Aceh Besar setelah 20 Desember 2024 menjadi batal demi hukum. “Ini dapat memunculkan masalah besar, terutama terkait kebijakan administratif dan pengelolaan anggaran,” ujarnya.

Hal Ceroboh Dilakukan Iswanto

Dikatakan, kecerobohan yang dilakukan Pj Bupati Iswanto mencerminkan kesalahan dalam pengelolaan birokrasi yang buruk. Kesalahan fatal itu, kata dia, terjadi akibat kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan.

Akibatnya, seluruh kebijakan dan keputusan yang diambil atas nama Sekda setelah SK gubernur berlaku harus dinyatakan tidak sah.

Selain itu, proses pemberhentian Sekda Kabupaten Aceh Besar ini menunjukkan kejanggalan dalam sistem hukum administrasi. Dampaknya signifikan terhadap APBK Aceh Besar tahun 2025, karena secara hukum administrasi, yang berwenang menandatangani Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) untuk tahun anggaran 2025 adalah Sulaimi.

Namun, karena Sulaimi sudah diberhentikan sejak 20 Desember 2024, sementara pemberhentiannya secara resmi baru dilaksanakan pada 17 Januari 2025, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sehingga terjadi kekosongan Sekda selama 27 hari.

PJ Bupati Muhammad Iswanto telah dicoba mintai penjelasan terkait permasalahan kekosongan Sekda tersebut, Jumat, 24 Januari 2025 malam lalu. Namun, pertanyaan tertulis yang disampaikan melalui nomor WhatsApp pejabat tersebut tidak juga mendapatkan respon hingga Sabtu 25 Januari 2025. [Syawaluddin].