APH akan Masuk jika ada Indikasi Korupsi pada Keuangan Galus
BANDA ACEH (MA) – Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Perwakilan Provinsi Aceh menyebut, Aparat Penegak Hukum (APH) akan masuk jika ada indikasi korupsi pada kantor pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Gayo Lues (Galus).
Pernyataan KPK Perwakilan Provinsi Aceh berkaitan dengan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Aceh di Kabupaten Gayo Lues atas penggunaan Kas yang dibatasi penggunaanya untuk menutupi defisit sebesar Rp14.329.154.089 miliar rupiah.
Begitu penegasan Korsupgah KPK Perwakilan Aceh, Arief pada mediaaceh.co.id. Senin, 17 Oktober 2022 di Banda Aceh, via WhatsApp. Bahwa; hal tersebut erat kaitannya dengan manajemen Kas Daerah. Justru ini adalah tugas BPK untuk menagih tindak lanjut dr temuan mereka.
Dia mengatakan; APH akan masuk jika ada indikasi memperkaya diri atau orang lain dengan cara melanggar hukum.
Arief menegaskan lagi; Jika ada indikasi unsur-unsur tindak pidana korupsi (TPK), BPK harus melakukan audit investigatif. Hasilnya bisa disampaikan ke APH, Kejari atau KPK untuk bertindak sesuai kewenangannya.
Apakah dibarengi dengan unsur telah merugikan keuangan negara, seyogianya perlu untuk di dalami, Apakah ada suap terkait pembayaran-pembayaran proyek dan sebagainya.
Sebagaimana seperti diberitakan terdahulu [Temuan BPK RI Diminta Ditindaklanjuti Oleh Penegak Hukum (PH) dan Komisi Pemberantasan Korupsi], temuan BPK RI yang ada dikabupaten Gayo Lues, atas indikasi penyalahgunaan wewenang terhadap pengelolaan keuangan.
Bahwa Pemerintah Kabupaten Gayo Lues mempergunakan Kas yang Dibatasi penggunaanya untuk menutup defisit sebesar Rp14.329.154.089 miliar rupiah.
Dimana total BPK RI, terhadap APBK Kabupaten Gayo Lues Tahun 2021 dengan total temuan sebesar Rp31 miliar rupiah.
“Kami berharap temuan BPK yang nilainya puluhan miliar rupiah tersebut, jangan hanya dijadikan catatan perbaikan administrasi. Mesti ada follow up dari pihak kepolisian atau kejaksaan untuk menindaklanjuti temuan tersebut,” Jelas Arief.
Bahkan berdasarkan catatan; kurun empat tahun terakhir, Pemerintah kabupaten Gayo Lues sudah mengalami defisit dalam pengelolaan keuangan daerah.
“Bagaimana mungkin sektor pembangunan daerah bisa berjalan dengan maksimal jika ada kesannya seperti gali lobang tutup lobang dalam pengelolaan keuangan kas daerah yang kita duga bocor,” Katannya.
Dialihkan
Lalu ketua Lembaga Pemantau Keuangan Negara (PKN), Abdullah mengatakan; Sebagai konsekuensi perubahan anggaran tersebut, belanja-belanja yang direalisasikan tidak seluruhnya dapat dipenuhi karena ketidak cukupan kas.
Untuk menutupi kebutuhan tersebut, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues mempergunakan yang seharusnya digunakan untuk kegiatan lain yang diarahkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan kabupaten malah dialihkan, seperti dana milik BMK. Dana tersebut diakomodir dalam kas yang dibatasi pengggunananya.
Dari data atas pelaksanaan kegiatan TA 2021, terdapat kegiatan yang dibiayai dari dana yang telah ditetapkan peruntukannya antara lain sebesar Rp14.329.154.089 miliar rupiah dengan rincian sisa kas .
Seharusnya TA 2021 yang Telah Ditentukan Peruntukannya (dalam rupiah); 1.Dak Fisik Rp503.572.175 juta rupiah Sumber Aplikasi Omspa Kementerian Keuangan. 2. Dak non fisik Rp7.453.263.815 miliar rupiah Sumber Aplikasi Aladin Kementerian Keuangan;
3. BOK Tambahan Rp84.792.215 juta rupiah Aplikasi Aladin Kementerian Keuangan; 4. DBH CHT Rp502.657.966 juta rupiah. Sumber Laporan Penggunaan ke Pemerintah Provinsi Aceh.
5. Doka Rp5.588.427.679 miliar rupiah. [Sumber Laporan Penggunaan ke Pemerintah Provinsi Aceh].; 6. DID Rp196.440.239 juta rupiah. [Sumber Aplikasi Aladin Kementerian Keuangan].
Sementara itu, kas riil yang ada dalam kas daerah dan dinyatakan dalam Silpa adalah sebesar Rp4.133.273.800,97 miliar rupiah. SILPA tersebut terdiri dari saldo kas yang berada di Kas Daerah, Kas di Bendahara Penerimaan, Kas di FKTP dan Kas di BLUD.
Rincian Silpa Pemkab Gayo Lues
Rincian atas SILPA tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kas di Kas Daerah sebesar Rp1.167.911.813,23 miliar rupiah; 2). Kas di Bendahara Penerimaan sebesar Rp72.738.873 juta rupiah; 3). Kas di FKTP sebesar Rp67.755.584 juta rupiah; dan 4). Kas di BLUD sebesar Rp2.824.867.530,74 miliar rupiah.
Pemkab Gayo Lues Alami Defisit
Dengan demikian, Pemkab Gayo Lues senyatanya mengalami defisit kas sebesar Rp10.195.880.288,03 miliar rupiah (Rp4.133.273.800,97 – Rp14.329.154.089,00).
Karena SILPA TA 2021 sebesar Rp4.133.273.800,97 miliar rupiah bukan merupakan sisa kas yang belum dimanfaatkan untuk membiayai Belanja Daerah dan atau Pengeluaran Pembiayaan Daerah melainkan bagian dari sisa kas yang telah ditentukan peruntukannya.
Secara keseluruhan, kewajiban yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten Gayo Lues adalah sebesar Rp31.478.593.744,90 miliar rupiah yang terdiri dari Utang Belanja APBK Sebesar Rp.17.149.439.655,90 dan sisa kas yang ditentukan peruntukan nya sebesar Rp.14.329.154.089 miliar rupiah.
Tidak Sesuai Dengan PP No 12 tahun 2019
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan : a. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada: 1). Pasal 22 Ayat (3) Huruf (h) yang menyatakan bahwa TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas menyiapkan surat edaran Kepala Daerah tentang pedoman penyusunan RKA;
2) Pasal 23 Ayat (1) yang menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Daerah dan kemampuan Pendapatan Daerah;
3) Pasal 23 Ayat (2) yang menyatakan bahwa APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempedomani KUA PPAS yang didasarkan pada
4) Pasal 24 Ayat (1) yang menyatakan bahwa semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam bentuk uang dianggarkan dalam APBD; dan
5) Pasal 107 Ayat (2) yang menyatakan bahwa rancangan Perkada tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
6) Penjelasan Pasal 107 ayat (2) yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “belanja yang bersifat mengikat” adalah belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran berkenaan. [Syawaluddin].