Mahasiswa USK Olah Limbah Kulit Kopi Jadi Pupuk

  • Bagikan
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh. Olah limbah kulit kopi jadi pupuk organik cair dan pestisida nabati sebagai upaya meningkatkan produksi pertanian khususnya diwilayah Bukit Wih Ilang, Bandar, kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Mahasiswa USK Olah Limbah Kulit Kopi Jadi Pupuk

REDELONG (MA) – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh. Olah limbah kulit kopi jadi pupuk organik cair dan pestisida nabati sebagai upaya meningkatkan produksi pertanian khususnya diwilayah Bukit Wih Ilang, Bandar, kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Begitu penegasan dosen pembimbing KKN USK Gelombang 1, kelompok KKN XXI – 292 Dr. Farid Mulana, S.T., M.Eng pada redaksi mediaaceh.co.id di Bener Meriah, Kamis, 30 Juni 2022.

Prestasi gemilang tersebut dilakukan KKN USK Gelimbang XXI – 292 atas nama Radhitya Fikra, Rana Hafizah, Hafiz Al Assad, Isra Jamila, Sarida Citra, Muhammad Fariz Altaf dan Sri Hariyati.

Pengolahan Pupuk Organik Cair dan Pestisida Nabati tetap menjaga dan tidak mengurangi kualitas dari tanah tempat dimana tanaman tersebut tumbuh.

Kata Farid, penduduk setempat selama ini membuka lahan pertanian selalu berpindah-pindah [tidak tetap]. Dikarenakan tingkat kesuburan tanahnya yang labil serta tidak diolah.

“Proses dan cara-cara yang tidak baik ini, yang harus dirubah. Dengan cara mengolah tanah, memberikan pupuk organik cair dan pestisida nabati untuk mengembalikan kesuburan tanah. Ini salah satu cara agar masyarakat tidak lagi bertani dengan sistim nomaden (berpindah-pindah).

Desa ini sendiri merupakan daerah yang sangat strategis untuk berkebun, mengingat letaknya sedikit jauh dari daerah perkotaan yang membuat desa ini jauh dari polusi dan juga desa ini (Bukit Wih Ilang) masih asri sehingga sangat cocok dijadikan lokasi perkebunan dikarenakan tanaman dapat tumbuh dengan baik dan subur di desa ini.

Kata Farid; dengan strategisnya dan pembuatan pupuk organik desa ini cocok dijadikan basis bercocok tanam, apalagi mayoritas dari penduduk desanya adalah petani.

Produk utama perkebunan desa Bukit Wih Ilang adalah kopi. Tak heran bila ada banyak pohon kopi jika berkunjung ke desa tersebut.

Desa Bukit Wih Ilang tercatat pernah melakukan ekspor kopi ke luar Sumatera dalam jumlah besar seperti ke Jawa. Untuk itu; jika melihat peluang yang ada mahasiswa KKN USK Gelombang 1 yang terhimpun dalam kelompok KKN XXI-292 mengembangkan pola pertanian yang sustainable

“Kami tentu sangat menyayangkan bila kesuburan tanah di desa ini bisa terancam dikarenakan penggunaan bahan kimia seperti pestisida dan pupuk non organik. Oleh karenanya kami memperkenalkan pupuk organik cair (POC) dan pestisida nabati,” Ungkap Raditya Fikra, salah seorang dari anggota kelompok KKN tersebut.

Masih Raditya; bahwa Kelompok KKN tersebut memperkenalkan Pupuk Organik Cair (POC) dan Pestisida Nabati. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mayoritas masyarakat desa adalah petani kopi. Sudah pasti tak semua bagian bisa di perdagangkan seperti kulit kopi.

Berangkat dari itu, kelompok KKN USK Gelombang XXI – 292 nemanfaatkan limbah kulit kopi sebagai bahan baku pupuk dan pestisida nabati

“Berdasarkan hasil survey kami pada minggu pertama, kami mencoba untuk mengolah limbah tersebut menjadi pupuk organik yang merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik baik tumbuhan kering (humus) dengan campuran dari limbah kotoran ternak yang diurai (dirombak) oleh mikroba hingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Begitupun dengan pestisida nabati yang merupakan pestisida yang terbuat dari tanaman yang bersifat alami sehingga aman digunakan untuk tanaman. Residu yang ditinggalkan pun lebih mudah dihilangkan sehingga aman untuk manusia maupun lingkungan. Beberapa jenis tanaman yang diketahui memiliki potensi besar untuk dijadikan pestisida seperti bawang putih, daun sirih, daun pepaya, tembakau dan rimpang-rimpangan.” Ungkapnya.

Pupuk Organik Cair (POC) merupakan inisiatif baru dari kelompok KKN yang telah dibuat seminggu sebelum POC itu di sosialisasikan ke masyarakat. POC yang mereka buat dari olahan bahan limbah kulit buah kopi, pupuk kandang, EM4, gula dan air beras berhasil terwujud dengan fermentasi kurang lebih 7 hari.

POC yang berhasil ditandai dengan aroma pupuk yang seperti tape. Sedangkan pestisida nabati sendiri mereka buat dengan mengolah bawang putih dan rimpang lengkuas.

Sebagaimana salah satu manfaat dua tanaman tersebut adalah sebagai obat dari berbagai penyakit tanaman seperti yang disebabkan oleh jamur dan bakteri yang hinggap pada tanaman.

Mengenai pegaplikasian, untuk 1 liter POC dicampur dengan 5 -10 liter air dan dosis penggunaannya setelah diencerkan, untuk tanaman sayur 250 ml/tanaman setiap 1 minggu sekali. Sedangkan untuk tanaman buah-buahan 5-10 liter per tanaman setiap 1 minggu sekali.

Pestisida nabati sendiri dapat digunakan setelah difermentasi selama 24 jam dengan penyemprotan dilakukan pada seluruh bagian tanaman seperti pucuk, daun dan batang. Frekuensi penggunaan yang dianjurkan 2 kali dalam seminggu hingga serangan penyakit dapat melemah.

Pupuk organik cair (POC) dan pestisida nabati itu di demonstrasikan oleh kelompok ini pada tanggal 30 Juni 2022 di samping lapangan volley desa Bukit Wih Ilang dengan harapan kedepannya setelah terlaksana nya demonstrasi ini, pikiran masyarakat lebih terbuka akan pentingnya menjaga kesuburan tanah salah satu nya dengan menggunakan pupuk serta pestisida alami seperti yang sudah mereka demonstrasikan. [Rls/Redaksi].

 

Loading

Penulis: SyawaluddinEditor: Syawaluddin Ksp
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Malu Achh..  silakan izin yang punya webs...