KN PRBBK XVI: Fokus pada Inovasi, Kolaborasi, dan Ketangguhan Masyarakat

Nirwan Koordinator Humas KN PRBBK.

BANDA ACEH (MA) -– Indonesia. Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KN PRBBK) ke-XVI memasuki hari kedua pada tanggal 1 Oktober 2024.

Pelaksanaannya dengan serangkaian diskusi tematik, sesi coaching clinic, dan acara pendampingan yang berfokus pada upaya peningkatan kapasitas serta ketangguhan masyarakat dalam menghadapi risiko bencana.

Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan langsung di YouTube PRBBK Indonesia, Humanitarian Forum Indonesia, PREDIKT, dan Sekretariat MPBI. KN PRBBK kali ini menjangkau peserta dari berbagai wilayah di Indonesia dan mancanegara.

Konferensi ini bertujuan untuk memperkuat pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas melalui dialog, kolaborasi, dan pertukaran pengetahuan antara pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, akademisi, profesional muda, serta pemerintah.

Pada hari kedua, beberapa topik utama yang dibahas mencakup inovasi pendanaan PRBBK, pembangunan dan kemunculan risiko baru, peran profesional muda dan akademisi dalam inovasi dan pengetahuan lokal, serta pendekatan yang berpusat pada anak dan remaja dalam PRBBK.

Rangkaian Kegiatan KN PRBBK XVI Hari Kedua diskusi Paralel Sesi 1 mulai pukul 09.00-10.30 WIB tematik 10 Inovasi Pendanaan PRBBK, tematik 11 Pembangunan dan Kemunculan Risiko Baru dan tematik 12 mengangkat tema “Peran Profesional Muda dan Akademisi dalam Inovasi dan Pengetahuan Lokal”.

BACA JUGA...  MFF Syndicate: RSUD ZA Tidak Serius dalam Tingkat Pelayanan Kepada Pasien

Sesi ini membahas berbagai pendekatan inovatif dalam pendanaan berbasis komunitas untuk pengurangan risiko bencana, tantangan pembangunan yang memunculkan risiko baru, serta bagaimana para akademisi dan profesional muda dapat berperan sebagai agen perubahan di tengah masyarakat.

Saena Sabrina dari Yayasan Adaptasi Bencana Indonesia, salah satu pengisi tematik 12, Selasa, (1/10) mengatakan bahwa Inovasi tidak selalu melibatkan teknologi, tetapi lebih kepada cara berpikir kreatif dan solusi baru dalam berbagai aspek kehidupan.

“Pengetahuan lokal juga perlu digabungkan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan modern untuk menciptakan solusi yang lebih komprehensif dan efektif dalam mitigasi bencana,” jelas Saena.

Selanjutnya, pada diskusi paralel sesi 2 11.00-12.30 WIB menyoroti pentingnya peran anak dan remaja dalam membangun kesiapsiagaan bencana sejak dini, peran strategis kerja sama lintas batas dalam menghadapi risiko yang saling berhubungan, serta upaya mitigasi bencana di masyarakat pesisir untuk menghadapi potensi ancaman tsunami.

BACA JUGA...  Kaukus PBA Buka Pendaftaran Kepada Umum

Ida Ngurah dari Plan Indonesia menyampaikan dalam paparannya bahwa ada perbedaan antara child center dengan child engagement. Dimana child center biasanya berbasis kebutuhan, perkembangan dan peran orang dewasa. Sedangkan, child engagement berkaitan dengan partisipasi anak, kolaborasi dan juga pemberdayaan.

“Bagaimanapun anak juga merupakan bagian dari warga masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian,” tambahnya.

Pada pukul 13.00-15.00 WIB ada Coaching Clinic yang membahas penggunaan Peta Kerentanan Desa (PKD) sebagai strategi kolaborasi dan sinergi program pembangunan berbasis desa/kelurahan. Dengan memanfaatkan PKD, komunitas lokal dapat membangun resiliensi yang berkelanjutan melalui pemahaman terhadap risiko dan perencanaan yang partisipatif.

Tematik penutup pada pukul 15.00-17.00 WIB yang tidak kalah pentingnya yaitu membahas tentang “Kaum Urban Siapkah Hadapi Megathrust?”

Dalam sesi ini, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa isu megathrust untuk mengingatkan kembali terkait adanya potensi dan bukan prediksi yang mungkin dapat terjadi dalam waktu dekat.

Hal itu dikatakan Penanggung Jawab Tim Diseminasi Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Septa Anggraini dalam sesinya. Potensi tersebut memberikan peringatan kepada kita bahwa kemungkinan itu akan terjadi meskipun secara teknologi belum bisa memastikan waktu terjadinya.

BACA JUGA...  Komunitas BS Jenguk Warga Sakit

“Ungkapan -menunggu waktu- bukan berarti kita menunggu dengan diam namun bagaimana kita menunggu sambil meningkatkan kesiapsiagaan di level masyarakat maupun pemerintah dengan upaya mitigasi baik secara structural maupun non-struktural,” kata Septa.

Acara ini juga menyediakan layanan Juru Bahasa Isyarat (JBI) untuk inklusivitas penyandang disabilitas.
Melalui berbagai sesi ini, KN PRBBK-XVI memberikan gambaran bahwa pembelajaran dengan kerjasama dan koordinasi dengan semua pihak dan jejaring yang dibangun akan menambah tingkat ketangguhan masyarakat.(R)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *