“Pernyataan itu sangat menyakitkan. Perdamaian Aceh ini tidak datang dengan mudah, tapi melalui perjuangan panjang yang penuh air mata. Tiyong, sebagai mantan Panglima Daerah I GAM wilayah Batee Iliek, harusnya menjadi penjaga perdamaian, bukan malah merusaknya dengan tudingan yang tidak berdasar,” tegas Abu Salam dalam keterangannya. Jumat, 22 November 2024.
BANDA ACEH| mediaaceh.co.id – Aceh kembali memanas setelah pernyataan kontroversial Samsul Bahri Tiyong, anggota DPR RI asal Aceh, yang menyetujui pemetaan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) yang menyebut Aceh sebagai wilayah rawan konflik dalam Pilkada 2024.
Pernyataan tersebut menuai reaksi keras dari Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), Teuku Emi Syamsumi, atau yang lebih dikenal dengan Abu Salam.
Abu Salam, yang juga merupakan tokoh sentral dalam menjaga perdamaian Aceh pasca MoU Helsinki, menilai bahwa komentar Tiyong mencederai nilai-nilai perdamaian yang telah diperjuangkan dengan penuh pengorbanan.
Ia menilai bahwa tudingan tersebut tak hanya berpotensi merusak citra para mantan kombatan, tetapi juga melecehkan kerja keras aparatur negara yang selama ini menjaga keamanan Aceh.
“Pernyataan itu sangat menyakitkan. Perdamaian Aceh ini tidak datang dengan mudah, tapi melalui perjuangan panjang yang penuh air mata. Tiyong, sebagai mantan Panglima Daerah I GAM wilayah Batee Iliek, harusnya menjadi penjaga perdamaian, bukan malah merusaknya dengan tudingan yang tidak berdasar,” tegas Abu Salam dalam keterangannya. Jumat, 22 November 2024.
Fakta-fakta Pendukung Perdamaian Aceh.
Abu Salam menyebutkan bahwa sejak perdamaian ditandatangani pada 2005, Aceh telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam menjaga stabilitas. Ia menyebutkan sejumlah fakta berikut:
Pertama; Penurunan Signifikan Kasus Kekerasan Politik, Data kepolisian menunjukkan bahwa sejak 2012, insiden kekerasan politik di Aceh menurun drastis dibandingkan masa-masa awal perdamaian.
Kedua; Kinerja Aparatur Keamanan, Aparat keamanan, baik kepolisian maupun TNI, telah berhasil menjaga kondusivitas Aceh, bahkan dalam momentum politik besar seperti Pilkada 2017.
Ketiga; Komitmen Eks-Kombatan GAM, Para mantan kombatan telah berkomitmen untuk mendukung perdamaian dengan aktif berpartisipasi dalam pembangunan, termasuk melalui KPA sebagai wadah persatuan.
“Lemhannas mungkin memandang berdasarkan data insiden belakangan ini, tapi menyimpulkan Aceh sebagai rawan konflik adalah simplifikasi berbahaya. Kita harus menghormati kerja keras aparat keamanan, tokoh masyarakat, dan mantan kombatan yang selama ini menjaga perdamaian,” lanjut Abu Salam.
Abu Salam juga menilai bahwa komentar Tiyong cenderung merusak citra positif para eks-kombatan GAM yang kini berusaha aktif membangun Aceh.
Ia mempertanyakan motivasi Tiyong yang seolah mengamini narasi ketidakstabilan Aceh.
“Sebagai mantan Panglima Wilayah, dia seharusnya tahu bahwa perdamaian Aceh adalah amanah yang kita emban bersama. Jika ada insiden kekerasan, itu bukan representasi dari seluruh Aceh atau eks-kombatan. Jangan jadikan beberapa peristiwa sebagai alasan untuk menghakimi seluruh rakyat Aceh,” ujarnya dengan nada kecewa.
Abu Salam menutup pernyataannya dengan menyerukan semua pihak untuk menjaga narasi damai dan menghentikan provokasi yang tidak berdasar.
Ia juga meminta pemerintah dan aparat keamanan untuk lebih tegas dalam menangani insiden yang terjadi.
“Pilkada 2024 adalah ujian kita semua untuk membuktikan bahwa Aceh sudah matang dalam berdemokrasi. Jangan ada yang mencoba memancing di air keruh, apalagi merusak perdamaian yang sudah kita perjuangkan,” tutup Abu Salam dengan nada tegas.
Reaksi Abu Salam menjadi pengingat bahwa perdamaian Aceh adalah hasil dari perjuangan kolektif yang harus dijaga bersama, tanpa terkecuali.
Tiyong, sebagai tokoh publik, diharapkan lebih bijak dalam membuat pernyataan agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. [Umar Hakim].