“Dulu, Mualem berharap banyak kepada Bustami agar pembangunan Aceh terwujud sesuai cita-cita damai. Tapi apa yang dilakukan Bustami? Semua janji tinggal omong kosong. Dia memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi—menguasai tambang, lahan, dan sekarang menjadikan Pilkada Aceh sebagai momen untuk semakin mengeruk keuntungan,” tutur Abu Salam dengan nada penuh emosi.
BANDA ACEH | mediaaceh.co.id — Ketua KPA Luwa Nanggroe, Teuku Emi Syamsumi, yang akrab disapa Abu Salam, melontarkan kritik tajam terhadap Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi atas manuver politik yang dinilainya memecah belah rakyat Aceh.
Dalam pernyataannya, Abu Salam menuding keduanya menghalalkan segala cara, bahkan mengorbankan nilai-nilai perdamaian Aceh, demi ambisi merebut kursi gubernur Aceh. Sabtu, 22 November 2024.
“Mereka ini tidak peduli. Demi menang, nila perdamaian pun mereka sikat. Gaya play victim sambil memprovokasi, seolah merekalah korban, padahal mereka sendiri yang mengkhianati amanah rakyat Aceh,” tegas Abu Salam saat diwawancarai pada Kamis, 21 November 2024 lalu.
Luka Pengkhianatan kepada Mualem.
Abu Salam menyoroti pengkhianatan Bustami kepada H. Muzakir Manaf (Mualem), tokoh perdamaian Aceh sekaligus mantan Panglima GAM.
Menurut Abu Salam, Bustami yang saat itu menjabat sebagai Sekda Aceh, mengadu domba PJ Gubernur sebelumnya dengan DPRA untuk mendongkrak posisinya.
Ketika berhasil menduduki kursi yang diincarnya, Bustami dianggap menusuk orang-orang yang telah mendukungnya, termasuk Mualem.
“Dulu, Mualem berharap banyak kepada Bustami agar pembangunan Aceh terwujud sesuai cita-cita damai. Tapi apa yang dilakukan Bustami? Semua janji tinggal omong kosong. Dia memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi—menguasai tambang, lahan, dan sekarang menjadikan Pilkada Aceh sebagai momen untuk semakin mengeruk keuntungan,” tutur Abu Salam dengan nada penuh emosi.
Abu Salam mempertanyakan: “Apa salah Mualem? Bukankah dia yang berdiri paling depan untuk menyelamatkan Aceh dari jurang perang saudara? Apakah balasan atas pengorbanan itu adalah pengkhianatan dan fitnah?”
Narasi yang Menghancurkan Demokrasi.
Kritik tajam juga dilayangkan Abu Salam kepada tim sukses Bustami dan Fadhil Rahmi yang disebutnya membangun narasi provokatif dan merendahkan lawan politik.
Menurutnya, setelah debat ketiga calon gubernur dan wakil gubernur Aceh yang dihentikan oleh KIP Aceh pada Rabu lalu, tim Bustami melancarkan serangan yang tak pantas kepada Muzakir Manaf dan Fadhlullah Dek Fadh.
“Mereka memfitnah Mualem dan Dek Fadh dengan narasi seperti ‘awak toet rumoh sikula’, ‘awak bangai’, dan ‘bodoh’. Narasi ini bukan saja tidak bermoral, tapi juga mencerminkan kemunduran demokrasi di Aceh,” ucap Abu Salam.
Ia mengingatkan bahwa perdamaian di Aceh lahir dari perjuangan panjang dan darah para syuhada GAM, yang akhirnya berhasil merangkul Pemerintah Republik Indonesia dalam sebuah kesepakatan bersejarah.
“Bustami harus ingat, perdamaian ini bersemi karena kesungguhan semua pihak. Jangan bangunkan singa yang sedang tidur dengan play victim dan gaslighting kami,” imbuhnya dengan peringatan keras.
Menjaga Aceh dari Ambisi yang Menggerogoti.
Abu Salam menyerukan rakyat Aceh untuk bersatu melawan upaya pecah belah yang dilakukan oleh Bustami dan Fadhil Rahmi. Menurutnya, ambisi kekuasaan mereka tak hanya merusak persatuan, tapi juga mengancam nilai-nilai luhur perdamaian yang selama ini menjadi kebanggaan Aceh.
“Jangan sampai kita lupa. Perjuangan perdamaian ini bukanlah hadiah. Ini adalah darah, air mata, dan pengorbanan yang tak ternilai. Jika ada yang menghancurkannya demi kepentingan pribadi, maka rakyat Aceh akan bangkit melawannya,” tutup Abu Salam.
Pernyataan Abu Salam ini seolah menjadi alarm bagi rakyat Aceh, mengingatkan mereka untuk tidak terpancing oleh narasi pecah belah.
Dengan Pilkada yang semakin mendekat, suara rakyat Aceh akan menjadi penentu apakah nilai-nilai damai tetap dijaga, atau tergadai oleh ambisi pribadi yang memecah belah. [Umar Hakim].