LANGSA | AP-Mentalitas aparatur negara makin rusak, mereka tega menilep bantuan korban tsunami. Kini kasus pengeluaran obat bekas bantuan tsunami di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa itu telah terkuak. Dua orang saksi yang dipanggil penyidik Polres Langsa pun, dipaksa berbohong oleh atasannya supaya memberikan keterangan palsu kepada penyidik polisi, bahkan kabar beredar, mereka diancam agar tidak memenuhi panggilan penyidik Polres Kota Langsa pada, 31 Januari 2017 lalu.
Dari informasi yang diperoleh Bongkarnews.com, Minggu 12 Februari 2017, penyidik telah melayangkan surat undangan kepada Direktur RSUD Langsa dengan No b/79/1/2017 klarifikasi biasa, dengan prihal undangan permintaan keterangan ke II. Menurut surat undangan yang ditanda tangani Kepala Satuan Reserse Kriminal (Sat Res Krim) Polres Langsa AKP. Muhamad Taufik SIK, tanggal 30 Januari 2017, berdasarkan rujukan UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisiam Republik Indonesia, UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Hal itu menindaklanjuti Laporan Informasi No LI/10/XII/2016 tanggal 28 Desember 2016, perihal dugaan terjadinya perbuatan pemusnahan obat obatan Tsunami tanpa prosedur dan atau melakukan dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa ijin. Kasus itu dimulai dengan dikeluarkan surat perintah penyidikan No SP Lidik /312.a/XI/2016/Reskrim tanggal 28 November 2016.
“Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas dan untuk kelancaran proses penyelidikan perkara dimaksud saudara dapat menghadirkan saudara Anis SH (55 tahun) warga Desa Tualang Teungoeh bagian sarana prasarana RSUD Langsa dan Herman (35 tahun) bahagian Incinerator warga Desa Sidoarjo diminta untuk menghadap penyidik , di ruang Tipiter Satreskrim Polres Langsa pada pukul 14:00 Wib tanggal 07/02/2017 guna untuk diminta keterangan” demikian bunyi surat panggilan itu.
Sementara Anis SH, kepada awak media, Minggu (12/2) menyebutkan dirinya merasa diancam untuk berbohong terkait panggilan Penyidik Polres untuk didengar keterangan dalam hal pengeluaran satu L 300 obat bantuan Tsunami.
Lebih lanjut Anis menambahkan, sebelumnya dirinya sudah pernah dipanggil penyidik pada bulan Januari, namun dirinya tak datang karena ada oknum yang menghadang.
“Saya pada bulan Januari sudah pernah dipanggil, tapi saya tidak datang karena dilarang oleh Amir Fauzi kepala Sanitasi, Yusrijal kepala IPS dan Julfikar, saya disuruh berbohong sama mereka, dan dilarang datang untuk memenuhi panggilan penyidik,” jelas Anis.
Anis menambahkan dirinya bersama sembilan orang lainnya disuruh mengangkut obat ke dalam Mitshubisi L 300 selama tiga hari, dan dirinya hanya dibayar upah Rp 100.000 perhari.
“Kemudian pada panggilan ke dua tanggal 7 Februari 2017, saya memenuhi panggilan penyidik, namun tidak jadi diperiksa karena juru periksa (Juper) tidak berada di tempat,” pungkas Anis.(ABK)