Media Terdesak, Anggaran Iklan Beralih ke Baliho dan Videotron

ACEH | MA  -– Sejumlah media lokal di Aceh menghadapi tekanan serius setelah anggaran iklan cetak dan daring beralih ke media luar ruang, seperti baliho dan videotron. Perpindahan dana tersebut berdampak langsung pada pendapatan dan operasional redaksi.

Selama beberapa bulan terakhir, ruang iklan yang menjadi sumber utama pemasukan media cetak dan siber semakin menyusut. Di sisi lain, baliho dan videotron di area publik semakin banyak menampilkan materi promosi pemerintah dan lembaga.

Fajar Darwis, pengelola media online berbasis isu lokal, mengatakan bahwa perubahan alokasi anggaran membuat aktivitas liputan menjadi terbatas dan memaksa manajemen melakukan penghematan.

BACA JUGA...  Kasdam IM Bersama Danrem 012/TU Tinjau Gladi Kotor HUT ke-73 TNI

“Iklan yang dulu menopang cetak dan pembaruan situs tiba‑tiba menghilang. Tanpa pendapatan iklan, kami harus memangkas jadwal publikasi dan menunda proyek liputan,” ujar Fajar.

Rizki Maulana, pengelola media online berbasis Aceh, menilai kebijakan ini mengabaikan peran pers sebagai pengawas kebijakan publik.

“Baliho dan videotron hanya menampilkan citra visual, bukan jurnalistik. Seharusnya anggaran iklan memperkuat media yang menjalankan fungsi kontrol sosial,” katanya.

Seorang manajer pemasaran dan periklanan di sebuah media cetak mingguan terverifikasi Dewan Pers, yang memilih tetap anonim, menambahkan:

BACA JUGA...  Ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha 1445 H, Haili Yoga Terpampang di Aceh Tengah 

“Kami sudah memiliki kantor, legalitas, dan wartawan bersertifikat. Namun anggaran promosi lebih diprioritaskan ke media luar ruang,” ujar sumber tersebut, Kamis, 17 April 2025.

Menurut informasi yang diperoleh redaksi media ini, Kamis, 17 April 2025, salah satu alasan pergeseran anggaran adalah untuk menghindari konflik antar media saat pembagian iklan rutin. Namun, sejumlah pihak menilai solusi tersebut justru merugikan seluruh ekosistem media.

Hingga kini, upaya konfirmasi terhadap pengambil kebijakan di Pemerintah Aceh dan DPRA belum membuahkan jawaban. Sementara itu, para pengelola media berharap ada kebijakan distribusi anggaran yang lebih adil agar keberlangsungan pers lokal tetap terjaga. (MKT)