Untuk ke-16 kalinya secara berturut-turut sejak tahun 2009, Kemenkumham meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangannya.
BANDA ACEH | mediaaceh.co.id – Dalam dunia birokrasi, konsistensi adalah kemewahan. Namun, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kembali membuktikan bahwa integritas dan disiplin bukan sekadar slogan.
Untuk ke-16 kalinya secara berturut-turut sejak tahun 2009, Kemenkumham meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangannya.
Bagi sebagian orang, WTP mungkin sekadar istilah administratif. Namun bagi jajaran Kemenkumham, pencapaian ini adalah simbol tanggung jawab moral terhadap amanah publik [bahwa uang negara dikelola dengan jujur, cermat, dan transparan].
Dari ruang-ruang kantor di Jakarta hingga ke layar virtual di pelosok daerah, termasuk di Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh, suasana kebanggaan itu terasa menyatu.
Jajaran Kanwil Aceh menyaksikan secara daring penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang berlangsung di Jakarta. Jumat, 3 Oktober 2025, sebuah momen yang menandai perjalanan panjang kementerian ini dalam menegakkan tata kelola keuangan negara yang bersih.
“Ini akhir yang manis dalam perjalanan panjang tata kelola keuangan Kemenkumham,”
Ujar Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, dengan nada syukur namun tetap rendah hati.
Transformasi di Ujung Perjalanan
Ironisnya, capaian monumental ini hadir justru di tengah persiapan besar: transformasi kelembagaan Kemenkumham menjadi tiga entitas baru [Kementerian Hukum], Kementerian HAM, dan Kementerian Imigrasi dan Paspor (Kemenimipas).
Perubahan ini menandai babak baru dalam sistem pemerintahan Indonesia, sekaligus ujian bagi bagaimana warisan integritas itu bisa dipertahankan di lembaga-lembaga penerusnya.
Supratman menjelaskan, saat ini tengah berlangsung proses likuidasi satuan kerja (satker) eks Kemenkumham.
Dari 1.167 satker, sebanyak 1.020 telah rampung dilikuidasi, sementara 147 sisanya masih berproses. Di balik angka-angka ini, terdapat kerja administratif besar, penuh kehati-hatian agar transisi tidak mengorbankan akuntabilitas.
Prestasi yang Menular ke Daerah
Bagi jajaran di daerah, capaian WTP ke-16 ini bukan sekadar statistik nasional, melainkan energi inspiratif.
Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh, Meurah Budiman, menyebut keberhasilan tersebut menjadi cambuk untuk terus menjaga semangat profesionalitas.
“Prestasi ini mendorong kami untuk terus menjaga tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Di Aceh sendiri, komitmen itu terlihat dari upaya berkelanjutan memperkuat sistem pengawasan internal, meningkatkan kapasitas SDM, dan memperkuat budaya kerja berbasis kinerja serta keterbukaan.
Lebih dari Sekadar Laporan
Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK, Nyoman Adhi Suryadnyana, bahkan menyebut Kemenkumham sebagai “lembaga dengan rekor WTP terbanyak di Republik Indonesia”. Sebuah pengakuan yang jarang disematkan secara terbuka oleh lembaga auditor negara.
WTP bukanlah penghargaan yang mudah diperoleh. Ia adalah hasil audit menyeluruh atas sistem, administrasi, hingga setiap rupiah yang keluar dan masuk.
Ketika sebuah lembaga mendapatkannya berturut-turut selama 16 tahun, itu menandakan budaya integritas yang telah mengakar kuat.
Warisan Integritas di Tengah Reformasi
Reformasi birokrasi yang dijalankan Kemenkumham selama ini tidak hanya tentang perbaikan sistem keuangan, tetapi juga pembentukan karakter aparatur negara.
Dalam konteks Aceh, semangat itu menemukan relevansinya. Wilayah yang sarat sejarah hukum dan perjuangan HAM ini menjadi ladang subur bagi penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan administratif.
Ketika perubahan besar sedang di depan mata, prestasi WTP ke-16 ini menjadi jejak moral dan standar etika yang patut diwariskan. Ia bukan hanya “penutup yang manis”, seperti kata sang menteri, melainkan fondasi kepercayaan publik yang akan menjadi modal utama bagi kementerian baru kelak. [].