Saling Klaim Tanah, BKSDA Aceh dengan Warga Seuneubok Jaya Berpotensi Konflik

Juru Bicara warga Gampong Seuneubok Jaya Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Harbaini (jongkok), memandu sebagian warga untuk memperlihatkan peta dan sejumlah lembaran sertifikat kepemilikan lahan yang "disengketakan" dengan BKSDA Aceh kepada wartawan di Tapaktuan, Selasa, lalu.(poto/mediaaceh.co.id/Maslow Kluet).

TAPAKTUAN (MA) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh  dengan sebagian warga  Gampong Seunebok Jaya, Kecamatan Trumon  Aceh Selatan, dilaporkan, pekan lalu saling klaim areal lahan.

Sehingga dikhawatirkan, akan memunculkan konflik antara keduanya, bila tidak segera ditangani secara komprehensif.

Menurut keterangan, asal mula terjadinya saling klaim tanah tersebut, setelah pihak BKSDA Aceh menyatakan bahwa sebagian wilayah perkampungan warga Gampong Seuneubok Jaya adalah  kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil (SMRS).

Sebaliknya,  sebagian warga Gampong Seuneubok Jaya mengklaim bahwa areal lahan yang dinyatakan milik SMRS adalah tidak benar.

Sebagaimana dinyatakan warga setempat pada pertemuannya dengan beberapa wartawan di Tapaktuan, Selasa, (9/7).

“Lahan itu sudah lama kami tempati sebelum ada program transmigrasi pada tahun 1990 yang diperuntukan bagi masyarakat yang meliputi 300 KK baik itu warga lokal warga luar daerah,” kata juru bicara warga Gampong Seuneubok Jaya Harbaini.

BACA JUGA...  Gempa Getarkan Aceh Selatan 

Dia menambahkan, lahan yang dibuka waktu itu.  (maksudnya tahun 1990-red) seluas 688 Hektar lebih dengan jatah masyarakat seluas 2 Hektare/KK  dengan rincian,  lahan pekarangan, lahan pertanian serta lahan perladangan.

Menurutnya, pada tahun 1996, BPN Aceh Selatan mengeluarkan sertifikat untuk 300 KK yang dibagi tiga sertifikat yakni lahan pekarangan, pertanian dan perladangan. Namun, karena konflik pada saat itu, banyak warga transmigrasi yang eksodus (meninggalkan lokasi-red),  maka tersisa 100 KK yang terdaftar dan bersertifikat.

Maka, kata Harbaini, dari mana faktanya, tiba-tiba pada tahun 2024 ini,    BKSDA mengambil titik dengan  menetapkan lahan penduduk menjadi  kawasan konservasi SMRS, ditengah fakta bahwa pada tahun 1990, warga sudah menggarap areal lahan tersebut.

BACA JUGA...  Kyriad Muraya Hotel Gelar Kegiatan Rutin Donor Darah

“Warga tidak habis pikir, penyerobotan tanah perampasan hak tanah yang dilakukan oleh pihak BKSDA Aceh secara sepihak tanpa ada musyawarah, tentu kami masyarakat tidak tinggal diam untuk melawan dalam mempertahankan tanah kami dengan dibuktikan dokumen yang sah,” katanya dalam nada tinggi dengan menyebut bisa menimbulkan konflik dengan warga.

Untuk menghindari konflik, dia berharap pihak terkait dalam hal ini, Pemda Aceh Selatan agar  segara mengambil langkah dan hadir di dalam menyelesaikan persoalan ini.

Pihak BKSDA Aceh, hingga, Rabu lalu, belum memberikan tanggapan apapun sampai berita ini ditayangkan oleh sejumlah media online.

Kepala BPN Aceh Selatan Heri yang dikonfirmasi soal adanya sertifikat atas nama warga. “Kami tidak dapat menjawab tentang kepemilikan sertifikat apabila tidak mengetahui letak pasti koordinatnya  dan tanpa dimohon Bapak,” kata Heri.

BACA JUGA...  Insiden Pelemparan Granat di Rumah Bustami Hamzah, Laskar Panglima Nanggroe: Hanya Setingan Murahan

Ketika ditanyakan tentang saling klaim antara BKSDA Aceh dengan warga Gampong Seuneubok Jaya, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan yang bisa memunculkan konflik, Heri mengatakan, untuk penguasaan dan saling klaim lahan,  BPN tidak memberikan berkomentar, karena sifatnya fenomena yang terjadi di lapangan sangat dinamis untuk hal seperti ini.

“Yang paling tahu tentang ini di tingkat desa,” katanya.(Maslow Kluet).