Ketika Kepedulian Menyapa dari Pintu Pabrik

Ketika Kepedulian Menyapa dari Pintu Pabrik. [Foto Dok | mediaaceh.co.id | Digital Art].

“Kami percaya, setiap butir sawit yang kami olah tak akan berarti apa-apa jika tidak kembali menjadi manfaat bagi manusia. CSR bukan sekadar kewajiban, tapi cara kami bersyukur atas kehidupan yang tumbuh bersama masyarakat.”

[Ir. Azhar Rahman. PT. BETAMI].

  • Kiprah CSR PT. BETAMI dan Wajah Baru di Lingkar Tambang

SAAT SORE MENGARAK saga ke ufuk, kelebat ketenangan menyapa Kampung Kebun Rantau, deru truk tangki milik PT. BETAMI perlahan menjauh di jalan tanah yang kini tak lagi berlumpur.

Seorang ibu, berjilbab biru polos, berdiri di depan rumahnya. Di tangannya masih terpegang sekarung beras bertuliskan “CSR PT. BETAMI”.

“Alhamdulillah, dengan ini anak-anak bisa makan lebih tenang seminggu ke depan,” katanya lirih, menyeka keringat. Namanya Zulhaidah, ibu empat anak yang suaminya bekerja serabutan di kebun sawit milik warga.

Cerita Zulhaidah hanyalah satu dari ratusan suara yang lahir dari lingkar tambang perusahaan yang dulu kerap dipandang dingin oleh masyarakat sekitar.

Kini, perlahan, pandangan itu berubah. Di balik tumpukan sawit dan kepulan asap pabrik, ada kesadaran baru yang tumbuh [tentang berbagi, tanggung jawab sosial, dan jejak kemanusiaan yang pelan tapi pasti ditinggalkan].

Jejak Kepedulian yang Nyata

CSR, atau Corporate Social Responsibility, sering kali hanya menjadi jargon di brosur perusahaan. Namun bagi warga di sekitar Kebun Rantau, Jamur Jelatang, hingga Mekar Jaya, istilah itu kini punya makna yang lebih sederhana: “ada yang peduli”.

Pada 20 Februari 2025, PT. BETAMI menyalurkan bantuan sembako untuk Yayasan Tahfidz Sulaimaniyah, sebuah pesantren kecil di Desa Kebun Rantau.

Di sana, puluhan santri penghafal Al-Qur’an menerima paket beras, minyak, dan bahan pokok lainnya.

“Santri di sini tidak dipungut biaya. Jadi bantuan seperti ini sangat berarti,” ujar Ustaz Ridwan, pengasuh pesantren. “Anak-anak jadi bisa makan cukup, dan itu membuat hafalan mereka lebih tenang.”

Tak hanya pesantren, masyarakat kecil pun merasakan manfaat yang serupa. Pada bulan Maret 2025, perusahaan memberikan santunan bagi anak yatim di lingkar perusahaan.

Sementara pada bulan Juli 2025, PT. BETAMI menanggung pembayaran token listrik untuk sistem irigasi sawah masyarakat di Kampung Sungai Kuruk II.

BACA JUGA...  Pulau Pusong, Peluh dan Ikan Asin yang Bertahan

Sebuah bentuk kepedulian yang mungkin kecil di atas kertas, tapi sangat berarti di lahan yang bergantung penuh pada listrik untuk mengairi padi.

“Kalau irigasi mati, gagal panen, habis sudah,” kata Sulaiman (54), petani setempat. “Tapi waktu perusahaan bantu bayar token itu, kami merasa dihargai. Rasanya beda, karena ini bantuan yang datang di saat kami benar-benar butuh.”

Bukan Sekadar Sembako

CSR PT. BETAMI tidak berhenti pada bantuan konsumtif. Di bulan Agustus dan Juli 2025, perusahaan ikut memperbaiki jalan rusak berat di Kampung Suka Ramai dan Jamur Jelatang, sekaligus pelebaran area pasar di Kampung Suka Rahmat. Kini, jalur distribusi hasil kebun warga menjadi lebih lancar.

Sebelum perbaikan, warga harus menunggu hingga sore untuk bisa melintas karena genangan lumpur.

“Sekarang mobil sudah bisa masuk. Kami bisa jual hasil panen langsung ke pasar,” ungkap Rahmatullah, warga Suka Rahmat.

Ia tersenyum ketika bercerita bagaimana, setiap Jumat, para pekerja BETAMI juga membagikan nasi bungkus untuk jamaah di Masjid Kebun Rantau.

“Hal kecil, tapi membuat kami merasa dekat. Dulu, perusahaan itu terasa jauh, sekarang jadi seperti tetangga sendiri.”

Tanah yang Kembali untuk Rakyat

Puncak kepedulian PT. BETAMI datang ketika perusahaan melepaskan eks lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 5,14 hektar untuk kepentingan masyarakat.

Di atas kertas, angka itu tampak teknis. Tapi di lapangan, itu berarti ruang kehidupan baru: lapangan bola, sekolah, pesantren, dan bahkan calon permukiman rakyat.

Pembagian lahan itu meliputi; Kebun Rantau (0,06 ha) untuk Taman Kanak-Kanak (TK); Alur Manis (1,8 ha) untuk pembangunan pesantren dan permukiman; Sukaramai II (0,6 ha) dan Suka Rakyat (0,4 ha) untuk lapangan bola; Mekar Jaya (0,7 ha) untuk sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).

Bagi Datok Penghulu [Kepala Desa] Mekar Jaya, pelepasan lahan ini bukan sekadar bantuan fisik. “Ini bentuk pengakuan atas hak-hak sosial masyarakat yang lama menunggu ruang hidup. Dulu, di sini tak bisa kami bangun sekolah, karena masih HGU. Sekarang, anak-anak kami bisa sekolah di tanah sendiri,” katanya, dengan mata berbinar.

Langkah ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

BACA JUGA...  Rotasi?, Nanti Dulu, Ada Tahapan Regulasi Sebagai Patokan

Tapi di balik peraturan itu, ada sentuhan moral; bahwa bisnis tidak akan bertahan tanpa hubungan yang sehat dengan lingkungan sosialnya.

Kesadaran yang Tumbuh dari Dalam

Sebelumnya, PT. BETAMI sempat mendapat sorotan terkait pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit. Namun, di tengah kritik itu, manajemen BETAMI justru menjadikan momen tersebut sebagai bahan refleksi untuk memperbaiki diri.

Perusahaan mulai meningkatkan transparansi dan komunikasi dengan masyarakat. Kegiatan CSR kini dilaporkan secara terbuka di setiap kesempatan publik, dan beberapa perwakilan warga mulai dilibatkan dalam perencanaan kegiatan sosial.

“Sekarang tidak seperti dulu,” kata Ismail, tokoh masyarakat di Jamur Jelatang. “Perusahaan datang, duduk bersama, mendengarkan kami. Kadang kami beri masukan, dan mereka dengar. Itu kemajuan yang besar.”

CSR sebagai Wajah Baru Perusahaan

Bagi manajemen PT. BETAMI, CSR bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan strategi membangun kepercayaan.

Direktur operasional perusahaan, dalam satu kesempatan wawancara, mengatakan bahwa tanggung jawab sosial adalah cara untuk “mengembalikan napas perusahaan kepada masyarakat yang selama ini ikut menghidupi usaha ini.”

Kegiatan sosial seperti bantuan sembako, perbaikan infrastruktur, santunan yatim, dan pembebasan lahan fasilitas umum adalah manifestasi dari prinsip tersebut.

Di tahun 2025, hampir setiap bulan ada kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Dan di setiap kegiatan, selalu ada wajah-wajah bahagia, tawa ringan, dan rasa syukur yang sederhana [tanda bahwa empati masih bisa hidup di tengah hiruk-pikuk dunia industri].

Harapan dan Catatan

Meski banyak kemajuan, masyarakat tetap berharap agar program CSR PT. BETAMI tidak berhenti pada pemberian bantuan, melainkan berkembang menjadi program pemberdayaan jangka panjang.

Beberapa warga mengusulkan agar perusahaan mendirikan program pelatihan keterampilan, beasiswa anak petani, atau pengembangan UMKM berbasis sawit.

“Sembako bagus, tapi kalau bisa bantu kami punya usaha kecil, itu lebih lama manfaatnya,” kata Nuraini, janda dua anak di Suka Rakyat.

Catatan lain juga datang dari aktivis lingkungan yang berharap agar pengelolaan limbah pabrik sawit diperbaiki agar tidak mencemari aliran air.

BACA JUGA...  Potensi Agrowisata Desa Watu Toa

“CSR yang sejati tidak hanya membantu manusia, tapi juga menjaga alam tempat mereka hidup,” ujar seorang aktivis muda dari Rantau yang menolak disebutkan namanya.

Refleksi; Ketika Perusahaan Belajar Menjadi Manusia

Kisah PT. BETAMI adalah potret kecil dari bagaimana sebuah entitas bisnis belajar menjadi bagian dari komunitasnya. Dari perusahaan yang dulu hanya dikenal sebagai “penguasa lahan sawit”, kini mulai dipandang sebagai “mitra kehidupan” di sekitar Rantau.

Mereka mungkin belum sempurna. Masih ada PR besar di bidang lingkungan, tata kelola, dan konsistensi program.

Tapi di tengah semua itu, langkah-langkah kecil seperti membayar token listrik irigasi, memperbaiki jalan desa, atau menyerahkan lahan sekolah [semuanya adalah simbol dari perjalanan panjang menuju harmoni sosial].

Karena sejatinya, CSR bukan soal berapa besar dana yang disalurkan, tapi seberapa tulus sebuah perusahaan hadir di tengah masyarakatnya.

“Ketika sebuah perusahaan memberi tanpa pamer, menolong tanpa hitung, dan hadir tanpa sekat, maka ia bukan sekadar entitas bisnis; melainkan bagian dari denyut nadi masyarakat itu sendiri.”

– Catatan Penulis

Di Antara Sembako dan Sekolah Baru

Sore itu, anak-anak di Kampung Mekar Jaya berlari-lari di lapangan bola yang dulu hanyalah semak belukar.

Di kejauhan, bangunan sekolah baru mulai berdiri. Di tangan mereka, masih ada bungkusan kecil bertuliskan “CSR PT. BETAMI”.

Bagi mereka, tulisan itu belum tentu berarti “Corporate Social Responsibility”. Tapi bagi kita yang menyaksikan, mungkin itulah wujud paling jujur dari tanggung jawab sosial; kebahagiaan yang tumbuh dari kebersamaan. [].