MUNGKIN, ada ribuan cerita orang yang senasib dan sama dengan perjuangan Hasbaini.
Berawal dari konflik Aceh, gempa maha dahsyat dan tsunami Aceh 2004, memaksanya harus meninggalkan kampung halaman.
Dia merantau dan mengadu peruntungan ke daerah yang lebih aman ketika itu.
Hanya bermodalkan semangat, dan usia tidak tergolong muda sebagai mahasiswa pada umumnya. Namun tidak menyurutkan niatnya untuk terus meningkatkan pengetahuannya di perguruan tinggi.
Hasbaini bekerja sebagai kuli bangunan untuk membiayai kuliah hingga selesai dan meraih gelar sarjana (S-1).
Dari kegigihannya itu pula, mampu mengantarkannya menjadi seorang dosen di sebuah perguruan tinggi vokasi di Tapaktuan Aceh Selatan.
Pemuda yang juga dikenal ulet, mudah bergaul dan juga aktivis ini, memiliki semangat tinggi untuk terus berkembang dan maju.
Hasbaini juga aktif di media sosial facebook dan instagram dengan nama akun “Hasbaini Ben.”
Di platform medsos itu, Hasbaini kerapkali membagikan quote inspiratif, yang memiliki filosofi dan makna mendalam, serta berbagai fakta kehidupan.
Hal lain yang menjadi inspiratif dari figur ini dan menarik untuk diteladani adalah Hasbaini, SPd, MPd mampu mendidik tiga orang adik-adiknya sampai ke perguruan tinggi.
Keterbatasan ekonomi bukan sebuah alasan untuk tidak kuliah. Waktu itu, bukan seperti saat ini banyak tersedia berbagai macam beasiswa.
Pria gempal yang sering dipanggil dengan nama Bang Ben, merupakan putra kelahiran Pulo Kambing, 17 Juli 1979 Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan pantas dan layak menjadi sosok inspiratif bagi kalangan anak muda di manapun.
Pendidikan strata satu (S-1) ditempuhnya di Universitas Muhammadiyah Banda Aceh, jurusan Tadris Bahasa Inggris. Sedangkan Magister (S-2) ia selesaikan di Progam Pasca Sarjana FKIP Universitas Syiah Kuala (USK), jurusan Magister Pendidikan Bahasa Inggris.
Tak ayal, ia juga sosok yang disegani di lingkungan kampus dan mampu membina generasi muda yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, terutama dari desa kelahirannya Pulo Kambing, bahkan dari mahasiswa Aceh Selatan.
Lahir dari pasangan Syarifuddin dan ibu Nursunah, keduanya telah berpulang ke Rahmatullah, Hasbaini terdidik menjadi seorang pria yang gigih dan humanis.
Hasbaini tidak mudah patah arang, secara perlahan menjadi mentor ketiga adik-adiknya. Dia terus bersemangat dalam menjalani kehidupan dan dinamikanya.
Suami dari Silmi Rahmah SPd mengarungi rumah tangga pada tahun 2019, dan telah dikaruniai seorang putra.
Tak lekang oleh waktu, saat ini Hasbaini terus mengabdi sebagai akademisi. Walaupun demikian, ia tidak lupa dengan keluarganya. Sekali waktu dia menggeluti pekerjaan yang pernah dijalaninya sewaktu masih remaja yaitu berkebun seperti petani pada umumnya.
Pada penutup percakapannya, Hasbaini sempat menyampaikan kalimat filosofis dengan satu kata dalam hidupnya, “jadikan belajar itu ibarat orang yang sedang belajar bersepeda. Sebelum bisa mendayungnya, tidak akan berhenti, walaupun harus terjatuh-jatuh dan terluka.” (Maslow Kluet).