LHOKSUKON (MA) — Di tengah suasana duka yang mendalam atas meninggalnya ulama kharismatik Aceh, Tgk. H. Muhammad Yusuf A Wahab (Tu Sop), masyarakat Aceh dikejutkan dengan keberlangsungan kegiatan pasar malam di Kecamatan Baktiya, Aceh Utara, yang diiringi dengan musik keras. Acara pasar malam tersebut diadakan di Gampong Pante Breuh pada Sabtu malam (7/9), malam pertama setelah kepergian Tu Sop.
Tu Sop, ulama yang sangat dihormati dan dicintai masyarakat Aceh, meninggal pada Sabtu pagi (7/9) di Jakarta. Kehilangan beliau menjadi pukulan berat bagi banyak pihak, terutama di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi Syariat Islam.
Oleh karena itu, banyak yang menyayangkan keputusan panitia pasar malam yang tetap melanjutkan acara dengan alunan musik yang dianggap tidak pantas di tengah suasana berduka.
Pantauan media di lokasi menunjukkan ribuan masyarakat memadati area pasar malam, tampak tidak menghiraukan suasana duka yang tengah menyelimuti Aceh. Salah seorang pengunjung berinisial A menyampaikan kekecewaannya terhadap panitia acara tersebut.
“Pasar malam ini sungguh tidak menyenangkan, mengingat ulama kita baru saja meninggal dunia. Kita seharusnya menghormati kepergian beliau, bukan bersenang-senang seperti ini,” ujar A.
A menambahkan, bahwa seharusnya pihak panitia menutup sementara pasar malam sebagai bentuk penghormatan. “Setidaknya, untuk malam ini pasar malam ditutup. Kita hargai duka yang dirasakan masyarakat dengan berpulangnya ulama kharismatik Aceh, Tu Sop,” katanya.
Pengunjung lain berinisial MI juga memberikan pendapat serupa. “Menurut saya pribadi, dengan kondisi Aceh yang sedang berduka atas meninggalnya salah satu tokoh besar, pasar malam seharusnya ditunda atau ditutup sementara. Ini bukan ulama sembarangan, beliau adalah sosok akademisi dan ulama yang sangat kita kagumi dan patuhi,” ujar MI.
MI juga menekankan bahwa, seandainya bisa, semua kegiatan di Aceh seharusnya dihentikan sementara sebagai tanda penghormatan. Ia juga menyampaikan apresiasinya terhadap Danrem Lilawangsa, Kolonel Inf Ali Imran, yang menggantikan rencana konser dengan acara tahlilan bersama.
“Kita seharusnya bangga dengan negeri yang menerapkan Syariat Islam. Tidak perlu diimbau lagi, sudah semestinya ada kesadaran dalam diri kita untuk menghentikan kegiatan seperti ini saat terjadi musibah. Setidaknya dua atau tiga hari, setelah itu baru bisa dilanjutkan kembali,” ungkapnya.(SP).