PEUREULAK | Sebuah peradaban terajut di Peureulak. Daerah yang sangat bergolak di masa konflik itu punya sejarah keunikan tersendiri. Negeri Peureulak terkenal sampai ke negeri Arab berkah Nakhoda Khalifah
Negeri Peureulak suatu negeri yang tertua di Sumatera, namanya tinggal tetap dan tidak berubah-rubah sepanjang abad, dan sudah terkenal dikalangan musafir yang lalu beserta para pedagang dunia yang lalu lalang di Selat Malaka seperti bangsa Cina, Arab, Persia, Hindustan, Italia, Portugis dan lain-lain, kemudian para pedagang di daerah ini banyak membeli kayu Peureulak untuk dijadikan bahan perahu sehingga negeri ini diberikan nama pohon kayu itu yaitu Peureulak.
Pada 1 Muharram 225 H (840 M) para ulama dan tokoh-tokoh mayarakat mendeklarasikan kerajaan Peureulak dengan sultan pertama Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah kemudian diraja berdaulat mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Peureulak menjadi Bandar Khalifah. Juga atas petuah khalifah di Baghdad. ( Abu Ishaq AL-Makarani dalam kitabnya Idhatul Haaq Fimamlakatil Peureulak )
Daerah tertinggal ini pun kini sudah berumur kurang lebih hampir 1.176 tahun lamanya, berbagai historis kehidupan telah banyak diceritakan lewat mulut-mulut orang tua yang masih tinggal namun sejarah Peureulak kini hampir punah luput dari perhatian.
Dulu pernah ada beberapa orang baik pada kisaran tahun 1980 di Kuala Simpang peristiwa bersejarah itu diberi tema Seminar Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Aceh Dan Nusantara, yang dihadiri oleh sejarawan dan budayawan dari dalam dan luar negeri. Berdasarkan data yang tersedia sebanyak 199 orang turut serta dalam acara yang diprakarsai oleh Ali Hasjmi tersebut, termasuk Prof. DR. HAMKA. Dari seminar tersebut dilahirkan beberapa kesimpulan, di antaranya: Peureulak adalah daerah pertama masuknya Islam di Nusantara, bahkan menjadi kerajaan tertua di Asia Tenggara. Maka pada tahun 1981 yayasan MONISA didirikan, dikarenakan sangat banyak tokoh intelektual dan pejabat publik pada masa itu yang terlibat dalam struktur ditetapkanlah siapa saja yang menjadi Bupati Aceh Timur secara otomatis menjadi ketua yayasan.
Tak tanggung-tanggung segera satu persatu masyarakat yang tanahnya masuk dalam site plan MONISA bersedia mewaqafkan dan melepaskan tanah seluas 122.292 m2 yang terletak di Desa Paya Meuligoe. Pada tahun 1983 sebuah gedung serba guna yang menurut rencana akan dijadikan sekretariat MONISA berhasil dibangun atas sumbangan H. Abu Bakar Abdy. Plan pembangunan segera dirancang, bangunan induk dilengkapi dengan komplek pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi, juga ada dayah tradisional untuk melestarikan ciri khas budaya Aceh sampai maket rumah adat dari berbagai suku di Indonesia, ada kolam Nurul A’la, pemandian air panas, Danau Banta Amat, taman bunga dan lain-lain, bahkan maket tersebut sering dipajang pada acara-acara pameran dan sering menimbulkan decak kagum para pengunjung.
Namun perencanaan tersebut hanya sebatas perencanaan saja master plan tersebut telah lama tak dihiraukan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur.
Negeri satu ini bukan hanya tercatat sebagai tempat masuknya Islam pertama di Asia Tenggara saja, ketika Aceh atas nama Wali Nanggroe Hasan Di Tiro Aceh bergolak menentang “ Jakarta”, Peureulak merupakan basis dari penentangan tersebut.
Hasil alam pun tak luput dari lirikan mulai perkebunan, lintang laut yang panjang, juga minyak dan gas menjadi keunggulan daerah ini, bahkan sudah banyak perusahaan-perusahaan besar yang pernah mencuri hasil alam negeri ini diantaranya ROYAL DUTCH ( MIGAS Belanda ), ASAMERA, AGRA, MAPOLI RAYA, PLASMA beserta kroni-kroninya yang lain, juga tak lupa kami sebutkan MEDCO yang hari ini telah resmi dan siap menancapkan mesin-mesin bornya untuk kemudian dibawa ke Medan yang hasilnya tidak pernah dirasakan oleh masyarakat dengan bukti sampai hari ini pendidikan Peureulak secara khusus masih sangat tertinggal padahal kota tua ini katanya diprioritaskan sebagai kota pembantu ibu kota di Idi sebagai kota pendidikan di Aceh Timur.
Beberapa kecamatan di lingkup Peureulak Raya masih dalam katagori daerah Terdepan, Tertiggal, Terluar ( 3T ), Ekonomi masyarakat masih dibawah rata-rata, angka penganguran kian menambah, daerah rawan kriminal dan wilayah garis merah narkoba pun tak lepas dari lebel ucapan khas untuk wilayah ini.
Selain itu keterbukaan informasi publik juga menjadi masalah mendasar terkesan Peureulak masih berkonflik juga kurangnya sosialisai atau penyuluhan-penyuluhan diberbagai sektor dari pemerintah kabupaten membuat Peureulak semakin tertinggal zaman. Isu pemekaran pun mencuat dengan angan-angan bisa mandiri lewat terwujudnya Kabupaten baru di Aceh atas dasar musyawarah dan keinginan masyarakat yang diatur dalam Undang-undang telah dilayangkan lama pada tahun 2008, akan tetapi hak rakyat kota tua terus didhalimi dan dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan para penguasa.
Mengapa ? apa ? dan salah apa ? negeri Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah ini ? sesak dada kami pemuda bertanya atas kegeraman cerita sejarah masa lalu.
Seharusnya, di zaman moderen 2016 ini Peureulak harap semisal kota-kota maju lainnya di nusantara, cita-cita masa lalu indahnya sudah wujud ada. Saatnya pemuda Peureulak bangun nasib kota tua ada ditangan kita. Raja-raja dan indatu tanyoe ka rindu menunggu putra-putri Bandar Khalifah dengan air mata. Pat gata ? Ulama sajan geutanyoe lam lingkar Islam.
Penyusun : Musafir cs. Ketua Ikatan Keluarga Peureulak ( IKAPA ) Banda Aceh.