LHOKSEUMAWE (MA) – Pembentukan organisasi mahasiswa baru bernama Himpunan Mahasiswa Aceh Tengah (HIMA-ATE) diresmikan di ARB Coffee, Reje Bukit, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, pada Rabu (29/1/2025).
Peresmian ini, sebagaimana dilaporkan oleh media online Tribun Gayo, mendapat reaksi keras dari Ketua dan tokoh pendiri dua organisasi mahasiswa Gayo yang telah lama eksis di Lhokseumawe dan Aceh Utara, yakni Perhimpunan Mahasiswa Asal Tanoh Gayo (PEMATANG) dan Himpunan Mahasiswa Gayo (HIMAGA).
Ketua PEMATANG, Supriansyah, menilai pembentukan HIMA-ATE di Takengon sebagai langkah yang lebih berorientasi pada kepentingan kelompok tertentu dibandingkan kepentingan bersama.
Menurutnya, sejak awal, tujuan utama pembentukan organisasi paguyuban mahasiswa Gayo adalah untuk menyatukan mahasiswa asal Aceh Tengah di perantauan, bukan justru menambah organisasi baru yang berpotensi menimbulkan perpecahan.
“Jika HIMA-ATE menempatkan diri di Lhokseumawe dan Aceh Utara, maka hal ini berpotensi menimbulkan polemik di kalangan mahasiswa asal Aceh Tengah. Sebab di wilayah tersebut sudah ada dua organisasi besar, yaitu PEMATANG dan HIMAGA, yang selama ini menjadi wadah utama bagi mahasiswa asal Tanoh Gayo dan Aceh,” ujar Supriansyah pada media lewat siaran persnya, Sabtu, (1/2).
Ia menambahkan bahwa daripada membentuk organisasi baru, lebih baik memperkuat peran organisasi yang telah lama berdiri. Menurutnya, keberadaan PEMATANG dan HIMAGA sudah cukup mewadahi mahasiswa Aceh Tengah yang menempuh pendidikan di Lhokseumawe dan Aceh Utara.
“Kami dari PEMATANG menyarankan, daripada membangun organisasi baru di tempat yang sudah memiliki wadah yang kuat, lebih baik memperkuat peran PEMATANG dan HIMAGA agar lebih maksimal dalam mewadahi mahasiswa yang berasal dari Aceh Tengah,” katanya.
Lebih lanjut, Supriansyah menegaskan bahwa jika HIMA-ATE tetap bersikeras berdiri di Lhokseumawe dan Aceh Utara tanpa adanya koordinasi yang baik dengan organisasi yang sudah ada, maka hal ini bisa dianggap sebagai upaya yang justru dapat memicu perpecahan di kalangan mahasiswa Gayo.
“Selama ini mahasiswa asal Tanoh Gayo sudah kompak dan bersatu dalam satu wadah. Jika ada organisasi baru yang hadir tanpa komunikasi yang baik, maka ini bisa menjadi pemicu konflik internal di kalangan mahasiswa kita,” tegasnya.
Polemik ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan di antara mahasiswa Aceh Tengah terkait keberadaan organisasi baru. Apakah HIMA-ATE mampu bersinergi dengan organisasi yang telah lebih dulu ada atau justru memicu dinamika baru dalam pergerakan mahasiswa Gayo di Lhokseumawe dan Aceh Utara, masih menjadi tanda tanya besar.(AR).