Balonbup : Pembuat Qanun Pilkada Aceh Merampas Hak Konstitusional

 Nasri Saputra alias Poen Che'k. Foto: Ist
Nasri Saputra alias Poen Che’k. Foto: Ist

Banda Aceh | AP– Ketentuan Pasal 24 huruf g pada rancangan qanun tahun 2016 tentang pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota yang menyebutkan ” pasangan bakal calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota harus berumur sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun pada saat mendaftar, bertentangan dengan UUPA pasal 67 ayat 2 huruf e.

Hal tersebut dikatakan Balobup Aceh Jaya Nasri Saputra kepada awak media, (25/07/2016). Dijelaskan Nasri, pada pasal 67 ayat 2 huruf e di UUPA menyebutkan ” calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota berumur sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh tahun”.

“Tidak disebutkan usia minimal 30 tahun adalah pada saat mendaftar” ujar pria mungil panggilan akrab Poen Che’k itu.

Mengenai definisi pasangan calon, merujuk pada Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 dalam pasal 1 angka 18, ketentuan umum mendefinisikan “pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai peserta pemilihan”.

BACA JUGA...  Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tes Baca Al-Qur'an 

“Dengan demikian sebagai pedoman teknis bagi pelaksanaan tahapan pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, mendefinisikan pasangan calon adalah warga negara indonesia yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai peserta pemilihan. Sehingga batas usia paling rendah dalam 30 tahun dalam pasal 67 ayat 2 huruf e pada UUPA, adalah pada saat ditetapkan sebagai peserta pemilihan bukan pada saat pendaftaran”, pungkas Nasri.

Selain bertentangan, subtansi ketentuan pasal 24 huruf g qanun pilkada Aceh juga tidak demokratis, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan secara universal. Apabila pasal 24 huruf g qanun pilkada Aceh ini kelak diberlakukan, maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi gugatan karena melabrak peraturan perundang undangan diatasnya serta bertentangan dengan UUD 1945.

BACA JUGA...  DPC Partai Demokrat Aceh Selatan Tutup Penjaringan Calon Kepala Daerah 

“Selain bertentangan dengan UUD 1945, juga berpotensi untuk mengorbankan publik, maka sudah selayaknya pasal 24 huruf g qanun pilkada Aceh tersebut dibatalkan. Apabila telah diberikan nomor maka ketentuan dalam qanun ini dapat dilakukan pengujian kembali karena tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat”, pinta Nasri

Qanun merupakan turunan UUPA yang seharusnya dibuat sinkron dengan pasal-pasal yang ada di dalam UUPA itu sendiri, bukan dibuat melenceng dan malahan bertentangan.

Seharusnya pembuat qanun menyadari hal ini, akan tetapi mereka seperti sengaja kurang kepekaan, dan terkesan proses pembuatan qanun pilkada Aceh, khususnya pasal 24 huruf g ini sangat sarat kepentingan sesaat.

“Pasal 24 huruf g qanun pilkada Aceh sangat tidak relevan, pembuatan qanun pilkada Aceh terkesan tergesa-gesa, disini jelas terlihat bahwa pembuatan qanun pilkada Aceh tidak melakukan telaah secara menyeluruh, sehingga subtansi Pasal 24 huruf g ini melabrak peraturan perundang undangan diatasnya, yakni UUPA pasal 67 ayat 2 huruf e”. tutup Nasri. [r]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *