TAKENGON (MA) – Menanggapi tuntutan para tenaga honorer Non-ASN yang berunjuk rasa di depan Gedung DPRK Aceh Tengah pada Kamis (17/10/2024), pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Beru Takengon memberikan penjelasan terkait pembagian jasa pelayanan yang selama ini dinilai kurang transparan.
Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Pembayaran jasa pelayanan yang telah berlangsung sejak tahun 2014 hingga saat ini mengikuti Peraturan Bupati Aceh Tengah No. 15 Tahun 2014 dan Surat Keputusan (SK) Direktur No. 07.1/JKN/RSUD Datu Beru/2023 tentang petunjuk teknis pembagian jasa pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam aturan tersebut, komponen yang menjadi acuan pembagian meliputi:
– Indeks Dasar/Gaji Pokok (untuk tenaga honorer disesuaikan dengan gaji pokok PNS Golongan 1)
– Kualifikasi Pendidikan
– Indeks Risiko
– Indeks Darurat
– Indeks Posisi
– Indeks Kinerja
Pihak manajemen RSUD Datu Beru berencana untuk membahas kembali besaran jasa pelayanan tersebut. Pada 3 Juni 2024, telah diterbitkan SK Bupati Aceh Tengah No. 445/347/UPTD RSUD-DB/2024 tentang Pembentukan Tim Penyusunan Remunerasi di UPTD RSUD Datu Beru Kabupaten Aceh Tengah.
Tim ini terdiri dari Sekretaris Daerah, Asisten Administrasi Umum, Inspektorat, BPKAD, Bagian Hukum Setdakab, serta pihak komite RSUD Datu Beru. Saat ini, proses penyusunan remunerasi jasa pelayanan masih dalam tahap pembahasan.
Selain itu, pihak rumah sakit juga menjelaskan bahwa besaran jasa medis berbeda antara ruangan yang memiliki risiko paparan infeksi atau alat dengan ruangan biasa. Sebagai contoh, ruangan intensif memiliki indeks risiko yang lebih tinggi dibandingkan ruangan umum, sehingga besaran jasa medis yang diterima juga lebih besar.
Kisaran jasa medis yang diterima per bulan adalah antara Rp. 2.000.000 hingga Rp. 3.000.000, di luar uang jaga malam, jasa pelayanan umum, jasa pending, dan jasa Raharja, yang jumlahnya dapat berfluktuasi.
Direktur RSUD Datu Beru, Gusnarwin, juga menjelaskan bahwa jasa medis untuk ruangan kantor lebih kecil dibandingkan dengan ruangan rawat inap, karena tidak adanya penilaian Indeks Risiko dan Indeks Darurat di ruangan kantor.
Sementara itu, katanya, tenaga medis yang bertugas pada shift malam juga mendapatkan makanan ringan (snack). Terdapat perbedaan tarif yang dibayarkan antara dokter dan perawat karena jumlah tugas dan personel yang berbeda.
Setiap shift di ruangan rawat inap terdiri dari 5-6 perawat, sedangkan dokter yang bertugas per shift hanya berjumlah 3 orang untuk menangani 22 ruangan rawat inap dengan kapasitas 350 tempat tidur, pungkasnya.(AR)