PIDIE JAYA (MA) – Berpenampilan apa adanya Rahim menceritakan kehidupannya sebagai seorang pelukis. Pemuda Aceh kelahiran tahun 1972 mengisahkan aktifitas yang dilakoni dan menjadi sumber kehidupan melalui karya lukisnya.
Penghargaan yang diterima tidak seindah lukisan sang maestro Aceh ini. Terlebih daya beli masyarakat Aceh tergolong rendah. “Saya sadar kemampuan masyarakat untuk menghargai lukisan saya sangat kecil tapi tidak menyurut keinginan saya untuk melukis,” ujar Rahim.
Duduk disalah satu warung kopi di pusat kota Meureudu, Rahim mengisahkan Meureudu masa dia masih kecil yang juga di ekspresikan dalam kanvas.
Dia yakin suatu saat ada ruang dan untuk pekerja seni termasuk pelukis. “Saya bangga menjadi pelukis yang merupakan anugrah,” ungkap Rahim.
Beraliran realis naturalis Rahim mencoba mengembangkan dan memperkenalkan lukisan melalui media. Melalui Instragram dengan nama Rahim Art serta YouTube ada secercah harapan atas harga yang bisa dinikmati. Ribuan lukisan terpampang dan siap dilepas bila ada peminat yang tertarik.
Sejumlah lukisan Rahim tersebar disejumlah para penggemar seni termasuk lukisan tentang Tsunami Aceh yang kini terpampang di Musium Tsunami Aceh, Banda Aceh, pungkasnya. (T. Maimun).