Banda Aceh | AP- Forum Komunikasi Pemerintah Kabupaten/Kota seluruh Aceh mengadakan Rapat Kerja Pimpinan dan Anggota FKKA di Aula Pemko Kota Banda Aceh lantai 4, Sabtu, 8 April 2017. Raker itu bertema “Mencari Solusi yang Adil dan Amanah tentang Tatacara Pembagian Dana Khusus Aceh Sesuai Amanat UUPA”.
Rapat di buka oleh moderator, Bupati Aceh Tengah yang juga Wakil Koordinator FKKA, Ir.Nasruddin,MM serta Presentasi Hasil Rapat Dewan Pimpinan FKKA Tanggal 31/3/2017 oleh Walikota Banda Aceh Illiza Sa’duddin Jamal,SE yang juga sebagai Koordinator FKKA, selanjutnya diikuti dengan Pembacaan Rancangan Pokok Pokok Pikiran dan Pernyataan Sikap Pemerintahan Kabupaten/Kota (Anggota FKKA) dibacakan oleh Sekretaris Eksekutif FKKA, dan seterusnya acara dilanjutkan dengan Pembahasan dan Diskusi yang juga di pimpin oleh Wakil Koordinator FKKA Ir. Nasruddin, MM.
Pada sesi terakhir adalah penandatanganan pernyataan sikap dari peserta rapat dewan pimpinan dan anggota FKKA yang terdiri dari Bupati/Wabub dan Walikota/Wawalkot se Aceh yang berhadir di acara ini.
Sementara itu Koordinator Forum KKA Illiza Sa’duddin Djamal yang juga Walikota Banda Aceh turut memberikan pengantar dan presentasi mengenai hal yang berkenaan dengan adanya sudut pandang yang berbeda dalam pembagian dana otsus ke kabupaten/kota di Aceh.
Sebelumnya tanggal 31 Maret 2017, di ruang rapat Walikota Banda Aceh, Dewan Pimpinan FKKA telah melakukan rapat untuk mengambil suatu kesimpulan sementara, bahwa kebijakan Pemerintah Aceh dalam menetapkan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2016 tentang TDBH Migas dan Pembagian Dana Otsus, dianggap tidak memenuhi rasa keadilan, tidak demokratis dan melanggar norma norma hukum seperti yang diamanahkan.
Dalam raker itu disebutkan, beberapa pasal dalam UUPA telah dilanggar dengan sengaja, serius dan sistimatis, terutama norma norma dan ketentuan yang disebutkan dalam pasal 179 ayat (1) dan ayat (2) huruf C, dan juga norma norma yang diatur Pasal 183 ayat (4) UUPA, dalam pasal pasal tersebut, diatur hak hak Kab/Kota yang berkaitan dengan pendapatan dan penerimaan dana Dana Otsus.
“Kesepakatan yang diambil pada tanggal 31 Maret 2017, untuk dibawa kembali pada rapat lengkap anggota FKKA dan disepakati juga waktunya pada hari ini, tanggal 8 April 2017,” kata Nasruddin.
Kemudian pada rapat tanggal 31 Maret 2017 ada beberapa pokok pikiran yang muncul pada rapat lengkap Anggota FKKA antara lain yaitu untuk mengingatkan kembali Pemerintah Aceh melalui upaya advokasi bahwa apa yang telah dirumuskan dalam materi Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2016 (qanun inisiatif DPRA), telah nenimbulkan efek disharmoni antara Pemerintahan Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Provinsi.
“Kepentingan Provinsi untuk menguasai sumber pendapatan dari dana otsus, nyata nyata telah menyalahi amanah dari Pemerintah Pusat dan menyalahi amanat UUPA. Kalau kita memakai bahasa Alquran, mereka tidak menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya sesuai pasal 179 ayat (1) dan ayat (2).Mereka juga lupa bahwa Kabupaten/Kota juga ahli waris yang sah yang berhak menerima bagian dari dana otsus yang ditransfer oleh Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Aceh, di masa lalu ketimpangan ini juga terjadi saat Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 diberlakukan, sehingga 2 tahun kemudian Pemerintah Kab/Kota mengirim surat ke Pemerintah Aceh untuk mengingatkan bahwa mereka telah.melakukan kekeliruan yaitu menetapkan aturan dan kebijakan yang sangat merugikan Pemerintah Kabupaten/Kota, melalui Forum KKA pada hari ini kita melakukan aksi protes dan mendorong Pemerintah Provinsi untuk melakukan revisi Qanun dimaksud,” papar Illiza.
Adapun pokok pokok pikiran dan pernyataan sikap dari rapat dewan pimpinan dan anggota Forum KKA Pemerintahan se Aceh ini antara lain bahwa penetapan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Qanun Aceh Nomot 2 tahun 2008, adalah suatu tindakan yang tidak patut dilakukan Pemerintah Aceh ,dan sangat tidak etis memperlakukan Kabupaten/Kota di luar norma aturan undang undang yang berlaku dan dengan qanun Aceh Nomor 10 tahun 2016, Pemerintah Aceh telah mempertontonkan perbuatan melawan hukum, menghilangkan secara paksa hak-hak kabupaten/kota unruk menerima bagian dari dana otonomi khusus seperti layaknya yang diamanahkan oleh Pemerintah Pusat sesuai pasal 179 ayat (2) huruf C, ketentuan ini sangat ekplisit dan terang benderang.
“Siapapun yang berbuat di luar ketentuan norma yang disebutkan dalam pasal 179 (ayat 2) huruf C harus di koreksi,” ujar Illiza.
Dalam rapat Forum KKA ini turut dibacakan pernyataan sikap bersama seluruh Dewan Pimpinan dan Anggota KKA dari Pemerintah Kabupaten/Kota se Aceh yang disampaikan oleh Sekretaris Forum KKA, Said Mulyadi, SE, MSi,yang juga Wakil Bupati Pidie Jaya.antara lain:1) Meminta kepada Pemerintah Aceh untuk melakukan revisi kembali Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2016.
2) Pemerintah Kabupaten/Kota juga mendesak pemerintah provinsi untuk mengembalikan tata cara pembagian dana otsus minimal seperti yang telah diatur Qanun Aceh Nomor 2 tahun 2013, meskipun bagian Kab/Kota hanya mendapat 40%,tetapi amanat dan amanah UUPA terpenuhi dengan menggunakan mekanisme transfer.
Pemerintah Kab/Kota menyatakan sikap menolak mekanisme pagu yang diatur dalam qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2016.Selanjutnya meminta Gubernur Aceh untuk menghentikan segala proses dan tahapan pembahasan pagu anggaran dan program usulan Kab/Kota sejak awal dimulainya penyusunan APBA 2016.
“Kami menyadari bahwa penetapan qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2016 adalah sepenuhnya menjadi hak dan kewenangan Pemerintah Aceh, akan tetapi jika ada sebagian kecil saja substansi dan materi rancangan qanun dimaksud menyangkut hak dan kepentingan Kab/Kota,maka sebaik baiknya pekerjaan dan semulia-mulianya cara kerja DPRA adalah dengan meminta terlebih dahulu saran dan pendapat dan pendapat Pemerintah Kab/Kota, dalam hal ini bupati, walikota, dan Pimpinan DPRK dan ketua ketua fraksi DPRK Kab/Kota sebelum raqan ditetapkan menjadi qanun. Pendapat yang diminta haruslah adil dan tidak memihak kepada kepentingan dan tujuan untuk memuluskan target tertentu,” ujarnya.
Penyusunan Qanun Nomor 10 tahun 2016 tidak melibatkan Pemerintahan Kab/Kota.DPRA atau Gubernur Aceh tidak pernah mengundang bupati, walikota dan pimpinan DPRK untuk diminta atau didengar saran, pendapat dan pertimbangannya ketika proses dan tahapan pembahasan qanun berlangsung.
“Kami segenap unsur pemerintahan Kab/Kota yang tergabung dalam wadah Forum KKA yang secara sadar turut menandatangani lembaran persetujuan dibawah ini, menyatakan menolak Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2016, karena tidak seperti yang disebutkan dalam pasal 179 (ayat 2) huruf C dan Pasal 183 (ayat (1) dan ayat (4) Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh,” ujarnya.
“Demikian pokok pokok pikiran dan pernyataan sikap ini di sampaikan kepada Gubernur Aceh dan Pimpinan DPR Aceh, dengan harapan mendapat perhatian dengan sebaik baiknya.” papar Said Mulyadi, Sekretaris FKKA, membacakan pernyataan sikap tersebut.(as)