Program Beasiswa Anak Yatim, Hak Keharusan dan Non Opsional

Muhammad Zakuruddin

“Beasiswa Anak Yatim Piatu itu keharusan dan Non Opsional. Kita sedang upaya dari 15 tahun penerima beasiswa menjadi 18 tahun, mengingat usia 18 tahun seseorang sudah bisa berpikir berusaha untuk membiayai hidupnya,” jelas Bang Zack.

BANDA ACEH | mediaaceh.co.id – Program Beasiswa bagi anak Yatim dan Piatu sudah menggelinding, penerimanya dibatasi oleh Pemerintah Aceh (PA) berumur 15 tahun saja. Dan Non Opsional [Status Kepesertaan JKN yang tidak dapat dihentikan].

Pembatasan itu menjadi bahasan sangat serius di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Sebab hanya dibatasi sampai usia 15 tahun saja bagi penerima peserta beasiswa.

Upaya Komisi VI menggodok agar penerima Beasiswa tidak sampai 15 tahun saja, tetapi 18 tahun, hingga penerima beasiswa menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Komisi VI DPRA komite dan terus menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak Yatim Piatu terakomodir dengan baik, agar apa yang dibahas berhasil pada batasan usia 18 tahun bagi penerima beasiswa Yatim Piatu tersebut.

Demikian penegasan Muhammad Zakiruddin atau biasa disapa Bang Zack. Anggota Komisi VI DPRA dari Partai Aceh asal Daerah Pemilihan (Dapil) 7 [Langsa dan Aceh Tamiang] seperti dilansir mediaaceh.co.id dari Banda Aceh.

“Beasiswa Anak Yatim Piatu itu keharusan dan Non Opsional. Kita sedang upaya dari 15 tahun penerima beasiswa menjadi 18 tahun, mengingat usia 18 tahun seseorang sudah bisa berpikir berusaha untuk membiayai hidupnya,” jelas Bang Zack.

BACA JUGA...  Demi Marwah PA, Ini Kriteria Sosok Ketua DPRA Yang Tepat

Upaya Komisi VI sudah membuahkan hasil, dalam rapat digelar beberapa waktu lalu bersama dinas dan stake holder terkait. Tahun 2026 ke depan program tersebut diharap sudah berjalan.

Sementara Ketua Komisi VI DPRA Nazaruddin, SI.Kom menjelaskan, kalau komisi sedang membahas dan menggodok masalah beasiswa dari 15 tahun menjadi 18 tahun.

Komitmen Komisi VI

Nazaruddin menegaskan, komitmen legislatif untuk memperjuangkan hak anak yatim mendapatkan pendidikan yang layak.

Mengingat, beasiswa untuk anak yatim tidak boleh dianggap sebagai kebijakan opsional, melainkan hak yang harus dipenuhi. “Salah satu tugas utama saya di Komisi VI, yang bermitra dengan Dinas Pendidikan Aceh, adalah memperjuangkan beasiswa anak yatim, baik untuk SD negeri maupun swasta hingga tingkat SMA/SMK. Ini bukan sekadar bantuan, tetapi kebutuhan mendasar untuk mencerdaskan generasi muda kita,” katanya.

Harus Cari Solusi

Ditimpali lagi Bang Zack bahwa; Dinas Pendidikan Aceh harus segera mencari solusi agar beasiswa anak yatim dapat kembali diberikan pada tahun 2026. “Kita tahu, banyak keluarga di masing-masing Dapil ekonominya sangat memprihatinkan,” jelasnya.

BACA JUGA...  PT BAS Kumpulkan 97 Kantong Darah

Bang Zack menyebut; Jika beasiswa itu dihentikan, bagaimana anak-anak yatim tersebut bisa melanjutkan pendidikan?. Komisi VI berharap, kebijakan tersebut bisa diperbaiki demi masa depan mereka.

Apalagi itu; pentingnya pemerataan dalam pemberian beasiswa. Menurutnya, kebijakan yang diskriminatif justru akan memperburuk kesenjangan sosial.

Ditegaskan bahwa; Jangan sampai terjadi kesenjangan dalam pemberian beasiswa dimaksud. Anak yatim dari segala usia berhak mendapatkan perhatian yang sama.

“Saya sangat berharap pemerintah benar-benar memprioritaskan mereka,” ujarnya menambahkan harus digaris bawahi bahwa kehadiran mereka di gedung dewan adalah untuk memastikan hak-hak anak yatim tidak terabaikan.

Agar anak yatim di Aceh kembali mendapatkan hak mereka. Beasiswa adalah bagian dari tanggung jawab bersama. Dan Dinas Pendidikan siap merealisasikan, Jika Kebijakan memungkinkan menanggapi aspirasi para anggota dewan.

Disdik Siap Dukung

Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, ST., DEA, menyatakan pihaknya siap mendukung realisasi beasiswa anak yatim, asalkan ada peraturan yang membolehkan.

“Kami mendukung penuh upaya ini. Jika ada kebijakan baru yang memungkinkan, kami akan segera merealisasikannya. Dinas Pendidikan Aceh selalu siap membantu generasi muda Aceh, terutama yang paling membutuhkan,” ujar Marthunis.

Serta pendidikan untuk semua [Suara dari Masyarakat Di lapangan] penerima beasiswa. Di mana Kebijakan pembatasan usia penerima beasiswa tersebut telah menuai kritik tajam dari masyarakat.

BACA JUGA...  Tingkatkan Minat Siswa Menjadi Pewarta, PPWI Aceh Tamiang Gelar "Saweu Sikula"

Banyak orang tua mengeluhkan dampak penghentian beasiswa bagi anak yatim di tingkat SMA, yang justru menjadi masa krusial dalam pendidikan mereka.

Bagi banyak keluarga, beasiswa tersebut menjadi satu-satunya harapan untuk melanjutkan pendidikan anak-anak mereka.

Rapat ini menjadi langkah awal yang menjanjikan dalam memperjuangkan hak anak yatim di Aceh. Dengan sinergi antara DPRA dan Dinas Pendidikan Aceh, diharapkan kebijakan yang lebih inklusif dapat dihadirkan, sehingga tidak ada lagi anak yatim yang terpaksa putus sekolah karena keterbatasan ekonomi.

“Pendidikan adalah hak setiap anak, bukan hanya bagi yang mampu. Anak yatim Aceh pantas mendapatkan masa depan yang cerah melalui pendidikan yang layak,” pungkasnya. [Syawaluddin].