TAPAKTUAN | MA — Paket kebijakan Bupati Asel H. Mirwan MS untuk menghemat anggaran 2025, justeru tidak hemat jika dikaitkan dengan sosio-ekonomi masyarakat di sana.
Pasalnya, kebijakan yang eksekusi bupati melalui surat nomor 900/291 tahun 2025 itu akan menambah beban sosial bagi masyarakat dan beban ekonomi kepada keluarga tenaga kontrak (honorer) di Aceh Selatan.
Beban masyarakat, mana kala mereka mundur dari tenaga kontrak, otomatis memunculkan pengangguran baru. Sedangkan, beban ekonomi, ketika mereka membawa pulang hasil kerja yang melorot dari rata-rata Rp. 1 Juta/bulan menjadi Rp.333 Ribu/bulan.
Dampak dari kebijakan Bupati H. Mirwan MS dalam masa 100 hari kerja itu, menimbulkan sorotan tajam dan diprotes oleh berbagai kalangan. Tidak terkecuali di platform medsos dan juga secara verbal di kedai-kedai kopi.
Misalnya, protes yang disampaikan Kordinator LSM Formaki Aceh Ali Zamzami yang mengatakan bahwa kebijakan Bupati Asel H. Mirwan MS itu tidak mencerminkan keberpihakan kepada golongan kecil.
“Kebijkan itu harus dicabut, karena tidak semestinya dijalankan. Selain tidak adil juga juga bisa menimbulkan degradasi kepercayaan kepada bupati yang baru menjabat,” kata Ali Zamzami.
Dia juga menilai, “pasangan manis”, tidak lebih hanya jago meraih simpati rakyat dengan slogan. Tetapi dalam kenyataannya, sangat “pahit”.
Enam paket kebijakan untuk menghemat anggaran tahun 2025, dinilai Ali hanya menyasar kalangan bawah. Sebaliknya, tidak menyentuh calon kelompok tertentu (dinas vertikal dll) penerima hibah yang jumlah dananya mencapai puluhan milyar rupiah.
Padahal, berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalm pelaksanaan APBN dan APBK
tahun anggaran 2025 dan keputusan Menkeu RI nomor 29/2025 tentang penyesuaian rincian alokasi transfer ke
daerah mnurut provinsi/kabupaten/kota tahun anggaran 2025, sedikit lebih dari enam item paket yang wajib hemat, termasuk pemberian dana hibah.
“Tetapi, bupati Aceh Selatan tidak memasukkan item hibah dalam paket kebijakan efisiensinya, bahkan sebaliknya terkesan tebang pilih,” katanya.
Menurut Ali Zamzami, pemangkasan gaji tenaga honorer dilingkungan pemerintah Aceh Selatan itu dinilai sebagai “salah jip ubat” alias tidak mengerti efesiensi yang dimaksudkan dalm Inpres Nomor 1/2025 itu.
Hal senada dikemukakan tokoh muda dari Sawang yakni Datok Anhar Sawang yang menyatakan kebijakan Bupati H. Mirwan MS tidak bijak dalam mengurus daerah ini.
Sehingga menimbulkan kontroversi di dalam masyarakat. Kontroversi itu melahirkan opini yang bermacam-macam terhadap Bupati H. Mirwan MS, mulai dari diskriminatif, penakut dan, ambisi.
Bupati Aceh Selatan H. Mirwan MS belum mengkonfirmasi atas kebijakan yang disorot tajam tersebut.
Tetapi agar berita berimbang, mediaaceh.co.id, meminta tanggapan dari tim asisten program 100 hari kerja bupati antara lain, Drs. Tio Achriyat, Khairuman alias Keuchik Khairul dan Baiman Fadli, SH, namun, belum menanggapinya.
Kecuali yang mengatas namakan juru bicara pemerintah daerah, dalam hal ini disampaikan oleh Kadis Kominfo dan Persandian Aceh Selatan Munhar dalam realise yang dalam WAG Media Center Info, menyampaikan bahwa, langkah ini merupakan wujud modernisasi semangat gotong royong.
“Ini bukan sekadar kebijakan efisiensi, ini adalah dedikasi dari pegawai kontrak yang rela menjadi bagian dari solusi. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa dalam arti sebenarnya,” ungkapnya.
Namun, bagi para pegawai kontrak, kebijakan ini terasa seperti hadiah ulang tahun yang mengejutkan—bukan dalam arti yang menyenangkan.(Maslow Kluet).