TAPAKTUAN (MA) – Kepala Dinas Pariwisata Aceh Selatan (Asel), Muchsin, ST, mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, pihaknya terus mendorong pengembangan sektor pariwisata dengan menggerakkan berbagai destinasi unggulan bersama pemerintahan gampong yang memiliki potensi wisata.
“Langkah-langkah yang telah kami lakukan selama tiga tahun terakhir antara lain menyelesaikan regulasi yang dibutuhkan untuk pengembangan sektor pariwisata,” ujarnya kepada mediaaceh.co.id di Tapaktuan, Jumat (11/2).
Menurutnya, tanpa adanya regulasi yang jelas, seperti qanun dan perencanaan yang baik, program atau kegiatan yang dijalankan tidak akan memberikan hasil yang optimal.
Sebagai bentuk komitmen, Pemerintah Aceh Selatan telah menetapkan Qanun Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) sebagai turunan dari Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Riparnas) dan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Aceh (Riparda Aceh). Qanun ini menjadi dasar hukum dalam pengusulan pembangunan pariwisata, baik ke tingkat provinsi maupun pusat.
Selain itu, Pemerintah Aceh Selatan juga telah menyelesaikan Qanun Retribusi, yang disertai dengan peraturan bupati (Perbup) sebagai turunannya pada akhir 2024. Dengan adanya regulasi ini, pungutan retribusi seperti biaya parkir atau penggunaan fasilitas wisata menjadi legal dan tertata dengan baik.
Muchsin menambahkan, dalam tiga tahun terakhir, promosi wisata terus digencarkan melalui berbagai saluran, termasuk media mainstream, televisi, video promosi, serta platform digital dan media sosial lainnya.
“Dengan promosi yang kami lakukan, kita bisa mengukur peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Aceh Selatan. Salah satu indikatornya adalah data jumlah tamu yang menginap di 22 fasilitas penginapan yang ada. Hasilnya, dalam setahun terakhir, jumlah tamu yang menginap mencapai 50 ribu jiwa, baik wisatawan domestik maupun mancanegara,” jelasnya.
Berdasarkan data tersebut, diperkirakan jumlah total wisatawan yang berkunjung ke Aceh Selatan bisa mencapai lebih dari 100 ribu jiwa, termasuk wisatawan yang tidak menginap.
Peningkatan jumlah wisatawan ini juga berdampak pada pertumbuhan sektor pendukung, seperti bertambahnya fasilitas penginapan baru, serta menjamurnya restoran dan kafe di berbagai kawasan wisata.
“Kami semakin optimis bahwa sektor pariwisata Aceh Selatan akan terus berkembang dan menjadi destinasi unggulan di Aceh,” tambahnya.
Ke depan, pihak Dinas Pariwisata berencana menyusun Detail Engineering Design (DED) untuk beberapa lokasi wisata yang mulai berkembang. Tujuannya agar pembangunan dilakukan secara terarah dan tepat sasaran, mengingat pengembangan sektor wisata melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, swasta, UMKM, pelaku wisata, dan pegiat lingkungan.
“Impian kami adalah menjadikan Kota Tapaktuan sebagai ikon wisata Aceh Selatan dan salah satu tujuan wisata utama di Aceh,” katanya.
Sebagai bagian dari strategi branding, pihaknya juga telah memperkenalkan tagline pariwisata Aceh Selatan, dengan logo Tapak Tuan Tapa sebagai ikon utama dan slogan “Aceh Selatan Ceudah”.
Muchsin menegaskan bahwa sektor pariwisata tidak hanya berkontribusi pada peningkatan jumlah wisatawan, tetapi juga berdampak langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Saat berbicara mengenai PAD, kita tidak hanya melihat dari retribusi yang dipungut oleh Dinas Pariwisata, tetapi juga dari berbagai sektor terkait yang dikelola oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD),” jelasnya.
Dalam tiga tahun terakhir, PAD dari sektor pariwisata terus meningkat, dengan kontribusi lebih dari Rp2 miliar. Pemasukan ini berasal dari berbagai sumber, termasuk pajak restoran, pajak perhotelan, retribusi parkir, dan retribusi masuk ke lokasi wisata.
“Kenaikan pendapatan ini tentu sejalan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke Aceh Selatan,” tutupnya.(Maslow Kluet)