Banda Aceh l AP- Polemik simpang siur legalitas SKPA yang dilantik Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada 10 Maret 2017 lalu, akhirnya mendapat penjelasan lengkap dari pihak Pemerintah Pusat melalui Surat Kemendagri Nomor 820/1809/83 tanggal 11 April 2017 perihal persetujuan penataan pejabat pimpinan tinggi pratama di Lingkungan Pemerintah Aceh.
Dalam surat itu, Kemendagri menyatakan dapat memberikan persetujuan kepada Pemerintah Aceh selama masa tahapan Pilkada namun prosesnya harus merujuk ketentuan aturan perundang undangan.
Terkait hal tersebut, peneliti Jaringan Survei Inisiatif, Aryos Nivada, menyatakan bahwa dengan adanya surat tersebut sudah jelas legalitas SK Mutasi 10 Maret 2017 yang dikeluarkan pemerintah Aceh.
“Jelas sekali kini, dengan adanya surat Mendagri terbaru tanggal 11 April 2017 ini. Mendagri menyatakan bahwa SK Mutasi 10 Maret 2017 harus dicabut sebab proses penetapan pejabat yang ada tidak sesuai aturan undang undang,” ujar Aryos Nivada, Rabu, 12 April 2017 menanggapi surat dari Kemendagri.
Sambung dia, apabila Gubernur Aceh Zaini Abdulah hendak menetapkan mutasi dalam jabatan, maka terlebih dahulu harus mencabut SK Mutasi 10 Maret dan dilakukan penetapan pejabat sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh UU ASN. yaitu harus melalui seleksi terbuka.
“Dengan demikian, tidak ada celah hukum lagi sebenarnya bagi pemerintah Aceh untuk membenarkan mutasi kemarin. termasuk argumentasi berdasarkan UUPA tanpa memperhatikan aturan lainnya. khususnya mengenai kepegawaian,” jelas Aryos.
Selanjutnya Aryos menuturkan, apapun kebijakan Pemerintah Aceh yang akan diambil terkait mutasi, SK Mutasi 10 Maret 2017 harus terlebih dahulu dicabut.
“SK Mutasi 10 Maret harus terlebih dahulu dicabut. baru Gubernur Aceh dapat membuat SK baru sesuai dengan petunjuk Kemendagri dalam surat terbaru tanggal 11 April 2017. maka selama belum dicabut SK Mutasi 10 Maret 2017 yang berlaku adalah SK pengukuhan pejabat tanggal 27 Januari oleh Plt Soedarmo,” ujar alumnus Universitas Gadjah Mada ini.
Aryos juga menjelaskan perihal perbedaan SK Pengukuhan Soedarmo dengan SK Mutasi dalam jabatan yang dilakukan Gubernur Zaini.
SK pengukuhan Pejabat eselon I dan II yang dilakukan Pak Soedarmo adalah menindaklanjuti Peraturan Presiden (PP) Nomor 18 tahun 2016, yang intinya melakukan efisiensi terhadap struktur pemerintahan di daerah, baik itu penggabungan, pemisahan, serta penambahan.
“SK pengukuhan pejabat itu juga sesuai dengan Surat Edaran (SE) Kemenpan RB nomor b/3116/m.panrb/09/2016 tentang pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) di lingkungan pemerintah provinsi (pemprov) dan pemerintah kabupaten (pemkab)/kota (pemkot) terkait dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah, sehingga tidak bermasalah secara hukum sehingga disetujui oleh Mendagri. Berrbeda dengan SK yang dikeluarkan Zaini Abdullah yang konteksnya adalah mutasi jabatan biasa dalam rangka menjalankan kewenangannya sebagai gubernur, sehingga harus disesuaikan dengan UU ASN dan UU Pilkada karena Aceh masih dalam tahapan Pilkada.,“ ungkap detail Dosen FISIP Unsyiah ini.
Terakhit, Aryos menjelaskan, intinya SK Mutasi 10 Maret 2017 harus segera dicabut.
“Bila tidak segera dicabut. maka Gubernur Aceh Zaini Abdullah melanggar hukum dan aturan perundang undangan yang berlaku. sehingga disini dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam UU,“ demikian pungkas Aryos. (ARIFIN)