MEDIA ACEH – Prediksi Gangwon vs Shanghai Shenhua dalam Laga AFC Champions League, Pada 16 September 2025, saat matahari terbenam di balik punggung bukit Chuncheon yang berkabut, sebuah mimpi provinsi dan mimpi buruk benua akan bertabrakan.
Gangwon FC, klub pegunungan Korea Selatan, akhirnya melangkah ke panggung Elite Liga Champions Asia untuk pertama kalinya. Lawan mereka? Shanghai Shenhua — raksasa sepak bola Tiongkok yang rapuh dan terluka, sebuah klub yang selalu berada di antara kecemerlangan dan kehancuran.
Ini bukan sekadar pertandingan penyisihan grup biasa. Ini adalah tabrakan emosi yang meluap-luap, arus bawah politik, dan alur penebusan manusia — sebuah pertarungan anime yang ditulis dalam lampu sorot dan rumput yang basah kuyup.
Babak I: Raungan Sang Underdog
Kisah Gangwon sudah sinematik. Didirikan kurang dari dua dekade lalu, sering diejek sebagai hal baru di tingkat provinsi, mereka telah menapaki jalan mereka menuju sejarah. Pada 13 September, hanya tiga hari sebelum pembaptisan mereka di Asia, mereka meraih kemenangan mendebarkan 3-2 atas FC Seoul, musuh bebuyutan mereka di ibu kota. Kemenangan itu memperpanjang rekor tak terkalahkan mereka menjadi enam pertandingan dan mengangkat mereka ke posisi ke-5 klasemen K League 1.
Namun, itu lebih dari sekadar poin liga. Itu adalah sebuah ramalan. Sebuah sinyal bahwa Gangwon—yang dulu dianggap sebagai tim yang hanya bisa bertahan—akan tiba di pesta kontinental dengan gigi teracung.
Tendangan keras kaki kiri Lee Yoo-hyun. Penalti dingin Kim Gun-hee. Salut Lee Sang-heon setelah mencetak gol di menit ketiga. Setiap momen terasa seperti pukulan palu bagi kebanggaan Seoul dan seruan bagi provinsi tersebut.
Dan di tengah semua itu, Pelatih Jung Kyung-ho tetap menjadi dalang kekacauan. Taktiknya—berganti-ganti antara tiga dan empat pemain belakang dengan mulus—bukan lahir dari kesombongan, melainkan kebutuhan. “Para pemain mungkin bingung, tetapi mereka mengikuti dengan baik. Berterima kasihlah kepada para pemain,” ujarnya. Dalam rasa syukur itulah terletak esensi Gangwon: tidak licin, tidak sempurna, tetapi tangguh, adaptif, dan mustahil dikalahkan. Babak II: Seo Min-woo dan Seni Penebusan
Setiap kisah epik membutuhkan protagonis yang terluka oleh penolakan. Bagi Gangwon, sosok itu adalah Seo Min-woo, mesin lini tengah mereka dan bisa dibilang playmaker terbaik di Korea. Beberapa minggu yang lalu, ia dipanggil ke tim nasional, terbang ke Amerika Serikat, memasang harapan di sepatunya — dan duduk di bangku cadangan. Dua pertandingan, nol menit.
Pelatih Jung, yang merupakan seorang ahli taktik dan figur ayah, menghadapi rasa sakit itu secara langsung. “Saya bilang pada Min-woo untuk melepaskan semua penyesalan karena tidak bisa bermain di tim nasional mulai hari ini. Kesempatan itu pasti akan datang,” desaknya.
Debut ACLE ini lebih dari sekadar pertandingan bagi Min-woo. Ini adalah wadah peleburannya. Kesempatannya untuk menerima penolakan dari tim nasional dan melemparkannya kembali ke hadapan para pemilih. Setiap intersepsi, setiap umpan terobosan, setiap lari cepat yang putus asa akan mengalirkan dendam yang disamarkan sebagai seni. Jika Gangwon ingin menuliskan debut impian mereka, itu akan terjadi melalui detak jantung Min-woo.
Perjuangan Gangwon bukan hanya perjuangan mereka sendiri. Provinsi asal mereka sedang mengalami kekeringan terburuk yang pernah tercatat. Tanaman layu, keran mengering, truk-truk air bergemuruh ke kota-kota bagaikan jalur penyelamat yang tak terelakkan. Klub merespons dengan solidaritas: donasi, langkah-langkah konservasi, bahkan toilet portabel untuk menyelamatkan pipa-pipa air.
Dan kemudian tibalah pertandingan Seoul. Langit terbuka. Hujan seratus milimeter turun di Gangneung — hujan ajaib, bertepatan sempurna dengan kemenangan 3-2 mereka. “Saya sangat senang bisa memberikan hadiah kemenangan kepada warga Gangneung yang mengunjungi stadion,” kata Pelatih Jung, kata-katanya dipenuhi haru. Gubernur Kim Jin-tae menyebutnya “hadiah yang luar biasa.”
Untuk sebuah klub yang begitu terikat dengan rakyatnya, rasanya seperti alam semesta sendiri yang menuliskan takdir mereka. Ketika mereka melangkah ke lapangan Chuncheon untuk debut ACLE mereka, mereka tidak hanya membawa lencana, tetapi juga semangat sebuah provinsi.
Ironisnya, pertandingan kandang pertama mereka yang bersejarah di ACLE tidak akan berlangsung di Gangneung, kota yang dilanda kekeringan dan hujan, melainkan di Chuncheon — kota yang hubungannya dengan klub telah tegang. Perselisihan politik seputar pertandingan kandang meninggalkan luka, permintaan maaf dilontarkan, dan kebencian membara.
Kini, sorotan Asia beralih ke Chuncheon. Kota ini mengerahkan segalanya untuk ini — perluasan bus, dorongan pariwisata, dan kebanggaan warga dipertaruhkan. Bagi Gangwon, pertandingan ini bisa lebih dari sekadar debut; ini bisa menjadi upacara penyembuhan, malam di mana politik lokal tenggelam dalam gemuruh suara bersama.
Di garis tengah, Shanghai Shenhua tersandung ke Chuncheon seperti binatang buas yang terluka.
Pertandingan terakhir mereka? Hasil imbang 3-3 yang kacau dengan Shandong Taishan, diwarnai kontroversi, keputusasaan, dan kejatuhan emosi. Pelatih Leonid Slutsky muncul dengan perasaan hancur. “Saya merasa ingin mati sekarang… mungkin saya tidak ingin memikirkan pertandingan berikutnya. Saya benar-benar tidak bisa menjawabnya sekarang. Saya benar-benar merasa ingin mati.”
Ini bukan kata-kata seorang pria yang memimpin tim yang tenang dan disiplin ke Asia. Ini adalah kata-kata seorang pelatih yang sedang tertekan.(red)
Prediksi Skor Gangwon vs Shanghai Shenhua 1-1