BANDA ACEH | AP-Kampus UIN Ar-Raniry merupakan salah satu dari 3 (Tiga) kampus yang menjadi kegagahan dari Kota Pelajar Mahasiswa (KOPELMA) Darussalam Banda Aceh. Dua kampus lainnya adalah kampus STAI Tgk. Chik Pante kulu dan Kampus Universitas Syiah Kuala.
Kiprah ketiga kampus itu dilambangkan dengan sebuah Tugu yang ada di lapangan Tugu Darussalam depan Biro Rektorat Universitas Syiah Kuala. Ketiga kampus itu sudah begitu banyak berkiprah demi kepentingan akan kesejahteraan Rakyat Aceh. Mulai dari era masa konflik dan tsunami Aceh sampai pada era reintegrasi konflik dan tsunami Aceh saat ini. Tugu iti menjadi Lambang kegagahan ketiga kampus maka tak heran Tugu tersebut dapat kita temukan pada Lambang UIN Ar-Raniry saat ini.
Kepemimpinan kampus UIN Ar-Raniry dari masa ke masa telah melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang peka terhadap kondisi Aceh. Kampus dan mahasiswanya telah hadir menjawab segala kebutuhan juga persoalan lalu menawarkan solusi terhadap apa yang diinginkan oleh Rakyat Aceh.
Maka tak heran julukan Jantong Hate Rakyat Aceh patut disematkan untuk kampus ini. Artinya harapan Rakyat Aceh ada pada kampus itu !
Maka sudah sepatutnya kita pertanyakan apakah kiprah kampus UIN Jantong Hate Rakyat Aceh saat ini sudah sesuai dengan apa yang dijulukinya?
Berbagai isu miris mulai terangkat ke ranah publik, bahkan sejak tahun 2009 silam disaat sebelum Pemilihan Rektor IAIN Ar-Raniry periode 2009-2013. Isu yang digadang-gadang keterlibatan Dekan Tarbiyah (saat itu dijabat oleh Dr. Farid Wajdi Ibrahim sebelum menjadi Rektor) melalui Yayasan Tarbiyah yang diketuai langsung oleh dekan Tarbiyah saat itu (Dr. Farid Wajdi Ibrahim) telah merugikan negara sekitar 2,59 Milyar dan dinilai sudah mencoreng lakap Jantong Hate Rakyat Aceh yang disematkan kepada kampus tercinta ini. Terlebih lagi di saat sang Dekan yang diisukan keterkaitannya pada kasus ini ikut mencalonkan dirinya sebagai Rektor IAIN Ar-Raniry periode 2009-2013.
“Dimana letaknya keadilan, yang selama ini kita menyuarakan KEADILAN bagi Aceh, tapi adakah kita pernah menyuarakan KEADILAN bagi kampus kita tercinta?,” teriak mahasiswa yang di Koordini Mahyudin dan juru bicara Jaili Farman saat aksi demo di kampus UIN Banda Aceh, Selasa 18 Oktober 2016.
Bagi mahasiswa di perguruan tinggi itu, mencari keadilan tidaklah mudah. “Bisa dikatakan sebab kita tak pernah mengatakan keadilan bagi kampus kita ini oleh sebab Korupsi itu terjadi pada 2009 silam, iya itu adalah masa lalu. Tapi seharusnya sekarang kita patut mengatakan keadilan pada kampus kita saat ini disaat vonis pelaku korupsi itu hanya ditujukan kepada salah satu Dosen/Guru kita Ibunda Dr. Nurmasyittah, yang sekarang baru saja (tahun 2016 ini) menjadi tumbal mendekam dipenjara selama 3,5 tahun di Lapas Wanita Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) akibat kekejaman para pelaku Koruptor berpendidikan di kampus jantong Hate Rakyat Aceh,” ujar juru bicara aksi, Jaili Farma.
Sambung mereka, pelaku Koruptor membuat orang lain menjadi tumbal, itulah yang terjadi di kampus ini sehingga sang Rektor yang berkuasa pada periode 2009-20013 karena dianggap telah berjasa dalam perubahan alih status dari IAIN menjadi UIN akhirnya kembali berkuasa dengan ikut serta pada kontestan pemilihan Rektor untuk periode 2013-2017 yang sangat jauh dari kata Demokrasi bahkan tanpa diketahui publik, baik itu Mahasiswanya atau Rakyat Aceh umunya.
“Berbicara eksistensi kampus UIN saat ini, kembali kita angkat topik Transparansi Anggaran yang dikelola oleh kampus UIN Ar-Raniry, yang hal ini bahkan berimbas terhadap Akademik para Mahasiswanya. Persoalan PPL Mahasiswa Tarbiyah yang saat ini terancam tidak bisa mengikuti proses akademiknya. Berbagai isu miris muncul bahkan ada beberapa oknum dosen yang membocorkan akibat dari belum ada kejelasan PPL Mahasiswa untuk mengikuti PPL tahun ini, diantaranya adalah “Tidak adanya anggaran” untuk PPL tahun ini karena sudah dialihkan ke program lainnya. Sebab dari itu sudah semestinya kah kita menyuarakan KEADILAN bagi kampus kita ? dimana letak transparansi anggaran tersebut ?,” sebut mereka dalam rilis yang dikirim ke sejumlah media massa.
Baru-baru ini, ujar para mahasiswa itu, kembali tersebar isu miris, terjadinya Plagiasi yang dilakukan oleh Wakil Dekan II di salah satu Fakultas di lingkungan kampus UIN Ar-Raniry (baca : Madrasah Rabbaniyah, Serambi edisi : kamis, 30 Juni 2016. Bandingkan dengan : Ramadhan Sebagai Madrasah Rabbaniyah, Kompasiana edisi : 30 Juli 2011). Isu plagiasi sering kita dengar di ranah mahasiswa, pelakunya adalah para mahasiswa yang enggan mencari bahan ketika melakukan tugas-tugas kuliah.
“Tapi untuk kasus yang satu ini wajarkah ketika Plagiasi dilakukan oleh oknum pimpinan Fakultas dalam hal ini salah satu Wakil Dekan di kampus UIN Ar-Raniry. Maka kembali kita pertanyakan Integritas para pimpinan kampus, mulai dari tingkat rektorat hingga ke tingkat dekanatnya,” gugat para pendemo.
“Tapi hal ini mustahil untuk kita berikan solusinya, mengingat Statuta Kampus UIN Ar-Raniry tidak memberikan ruang bagi kita Civitas Akademikanya untuk memilih atau memberikan pendapat, baik itu para Dosen apalagi mahasiswa-mahasiswanya. Dekan dapat ditunjuk langsung oleh Rektornya, penunjukan Dekan telah menjadi hak priogatif bagi Rektor untuk menentukannya. Ini adalah persoalan Demokrasi bagi kampus, Demokrasi didalam kampus yang sudah seharusnya menjadi contoh bagi luar kampus tapi nyatanya yang dipraktekkan di Lembaga Pendidikan Islami ini sangat jauh dari kata Demokrasi.,” sambung para pendemo.
Pendemo kembali berorasi, bagaimana dengan Pemilihan Rektor untuk periode 2017-2021?. Hal ini sangat mudah untuk ditebak, dengan diisinya jabatan Dekan oleh Rezim yang berkuasa sekarang, maka sudah pasti sang Dekan secara otomatis menjadi anggota Senat Rektorat, lalu terjadilah politik balas budi, kembali para Dekan-Dekan ini mengusul nama Rektor sekarang untuk Incambent kembali memangku jabatannya untuk periode 2017-2021.
“Bagaimana dengan program E-Parking yang jelas menindas para mahasiswa, persoalan KTM Mahasiswa 2015 yang hingga saat ini belum rampung, persoalan asrama putri Ma’had Ali yang terkadang membuat para mahasiswinya harus mandi di mesjid-mesjid terdekat, persoalan sekretariat lembaga mahasiswa yang hingga saat ini tidak dimiliki oleh mereka ? Persoalan Logo baru UIN saat ini atau mungkin Rezim kampus ini berniat menggantikan logonya karena juga ingin membuang jauh-jauh lakap Jantong Hate Rakyat Aceh yang diberikan kepadanya ? Mana persoalalan lain ?,” demikian gugatan mahasiswa yang membutuhkan jawabat cepat dari pemerintah selaku pengelola perguruan tinggi itu. [AZWAR|r]