Pengamat: Mutasi Pejabat Aceh Tetap Tidak Sah Tanpa Izin Tertulis Mendagri

 

Banda Aceh l AP– Menyikapi pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo seusai melangsungkan pertemuan dengan Gubernur Zaini Abdullah di Gedung Badan Diklat, Jakarta, Jumat (31/3), yang pada intinya menyatakan kepada media bahwa Pelantikan 33 pejabat eselon II oleh Gubernur Aceh pada 10 Maret 2017 sah dan telah mendapat izin dari Mendagri.

Peneliti Jaringan Survei Inisiatif, Aryos Nivada, menyatakan bahwa konteks pernyataan Tjahjo Kumolo tersebut dapat dilihat dari hukum dan politis

“Secara hukum, pernyataan Tjahjo Kumolo tersebut tentu tidak memiliki kekuatan hukum. Tjahjo Kumolo berbicara atas kapasitas pribadi bukan atas institusi. Sebab bila berbicara atas nama institusi, maka tentunya pernyataan persetujuan menteri tersebut harus dilakukan secara tertulis. Faktanya hingga detik ini tidak ada izin tertulis dari kementerian dalam negeri kepada zaini abdulah terkait mutasi 33 pejabat pada 10 maret 2017. Selain surat mendagri Nomor: 820/2138/OTDA yang meminta Gubernur Aceh Zaini Abdullah untuk tidak mengaktifkan 33 pejabat eselon II yang baru dilantik pada 10 Maret 2017 lalu karena pelantikan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan. Surat tersebut adalah surat resmi dari kemendagri , yang ditandatangi dirjen otda Sumarsono atas nama menteri dalam negeri. Kecuali mendagri mencabut kembali surat tersebut yang dilakukan juga secara tertulis. Jadi secara hukum yang memiliki kekuatan hukum serta legalitas adalah surat mendagri Nomor: 820/2138/OTDA,” terang alumnus magister politik dan pemerintahan Universitas Gajah Mada ini.

BACA JUGA...  Kali Ini, Pemkab Aceh Utara Geser 8 Pejabat JPT Pratama 

Lanjut Aryos, setiap izin dalam lingkup adminstrasi negara wajib dilakukan secara tertulis, bukan lisan.

“Ada prosedur dan ketentuan dalam administrasi negara. Semua keputusan, kebijakan dan izin wajib dilakukan secara tertulis. Tertulis pun harus secara resmi. Bukan tertulis di SMS atau aplikasi chating misalnya. Tidak seperti itu,” ujarnya

Selain itu jika ditinjau konteks kekhususan Aceh, maka harus melihat UUPA secara utuh bukan hanya satu pasal yaitu pasal 119 semata.

“Jangan hanya berhenti di Pasal 119 UUPA. lihat lagi Pasal 118 ayat (1) sebab disitu tertulis PNS aceh merupakan satu kesatuan managemen secara nasional. Maka disitu kembali lagi pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN,” tegas Aryos.

BACA JUGA...  Mutasi di Penghujung Jabatan, Bupati Aceh Selatan Tgk. Amran, Pilih ASN Tertentu

Kemudian secara politik, pernyataan Tjahjo Kumulo tersebut bersifat normatif dan merupakan pendapat pribadinya dalam rangka menghormati Abu Doto yang ketika itu hadir dalam peresmian Gedung Revolusi Mental.

“Jadi pernyataan Tjahjo Kumulo lebih kepada sikap pribadi beliau dalam konteks menghormati tamu yang telah bersedia hadir di hajatan peresmian gedung revolusi mental yang merupakan program dari Kemendgari. Ini terlihat dari pernyataan Tjahjo Kumulo yang bersifat normatif. Jadi pernyataan pribadi Tjahjo Kumulo ini menguntungkan dia dari segi politis. Pertama, Tjahjo Kumulo menjaga perasan tamu sekaligus orang tua yaitu Abu doto. Dengan pernyataan tersebut pastinya Abu doto sumringah. Kedua, dari sisi hukum posisi Tjahjo Kumulo sebagai Mendagri juga tidak bermasalah. Karena memang Mendagri sendiri belum mengeluarkan izin tertulis . dalam surat resmi mendagri sendiri diterangkan jelas bahwa mutasi 10 maret 2017 melanggar peraturan perundang undangan. Pernyataan lisan tidak memiliki kekuatan hukum tjahjo Kumulo paham hal tersebut, “ ungkap aryos.

BACA JUGA...  Kadis Perdagangan Bener Meriah Minta Masyarakat Waspada Terhadap Penipuan

Terakhir, Aryos menyarankan bahwa apabila memang mutasi 10 maret 2017 sudah disetujui Mendagri, maka kepada Pemerintah Aceh untuk segera memperlihatkan surat tersebut kepada publik dan DPRA.

“Sehingga polemik ini segera berakhir. Di akhir sisa jabatan ini manfaatkan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dengan semaksimal mungkin. Jangan setelah buat buat kebijakan yang keliru secara hukum lalu sibuk kesana ke sini cari pembenaran terhadap kekeliruan tersebut. Walhasil tugas mensejahterakan rakyat terbengkalai,” demikian tutup Aryos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *