Banda Aceh|AP– Korupsi Dana BOS tak akan habisnya, saban tauhun pun terjadi, bahkan bukan hanya dana BOS, dana lainnya pun ikut disikat. Gerak Aceh baru-baru ini menemukan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2015 yang bersumber dari APBN dan diperuntukan untuk sekolah di Kabupaten Aceh Besar diduga mengalami pemotongan 1,5 persen.
Hal ini disampaikan Hayatuddin Tanjung, Kepala Divisi Korupsi Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Rabu, 30 Desember 2015. Melalui siaran persnya, Hayatuddin mengatakan kutipan ini dilakukan dengan modus hasil kesepakatan (rapat) antara kepala sekolah (musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) dan kelompok kerja kepala sekolah (K3S) dengan unsur pihak Dinas Pendidikan Aceh Besar tertanggal 29 Agustus 2015.
Modus operandi pungutipan liar ini berpotensi merugikan keuangan negara dan menyalahi prosedur pelaksanaan juknis BOS tahun 2015, sebab dalam juknis tidak dibenarkan adanya pemotongan dalam bentuk apapun kecuali diperuntukan untuk kepentingan yang telah ditetapkan dalam juknis dan juklas BOS.
Kata Hayatuddin, modus pengutipan ini dirancang dengan sangat rapi. Tujuan utama dari pemotongan ini adalah untuk kepentingan hal yang tidak logis serta tidak masuk akal, dan bahkan hasil temuan ditemukan adanya unsur mufakat jahat untuk kepentingan pihak tertentu mendapatkan keuntungan dari pemotongan dana BOS, terutama kewajiban menyetor dana untuk kepentingan pihak dinas pendidikan, dan bahkan jika ada sekolah yang tidak bersedia memberikan dana yang telah ditetapkan, maka akan dipersulit proses kegiatan lain yang bersumber dari APBK untuk kepentingan sekolah.
Berdasarkan hasil kajian GeRAK Aceh, sambungnya, dugaan pemotongan itu terjadi untuk seluruh SD, SMP, dan SMA dalam Kabupaten Aceh Besar. Pada tahun 2015, Aceh Besar menerima dana BOS sebanyak Rp40.178.100.000. Jumlah ini untuk 29.814 murid dari 209 SD, 10.634 pelajar dari 70 SMP, dan 9.617 siswa dari 45 SMA/SMK. Dana tersebut ditransfer sebanyak 4 kali ke sekolah masing-masing secara termin sesuai dengan juknis BOS yaitu 3 bulan sekali.
Hitung-hitungan GeRAK, dugaan pemotongan ini mengakibatkan potensi kerugian negara mencapai Rp2.410.686.000. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari total dana yang diterima pihak sekolah di seluruh Aceh Besar.
Kondisi tersebut merupakan salah satu kasus terbaru dalam sejarah pengelolaan dana BOS di Aceh. Akibat dari pemotongan, menunjukan bahwa adanya praktek ilegal yang telah berlangsung dari sejak lama terhadap pengelolaan dana BOS. Praktek ini menjadi tantangan terbesar bagi kementerian pendidikan nasional untuk melakukan pengawasan secara berjenjang, apalagi praktek pemotongan ini adalah prilaku yang dilegalkan dan bahkan terkesan direkayasa dengan sangat tertutup, dengan tujuan untuk meraup keuntungan baik pribadi maupun kelompok. Menurut GeRAK, ini bukanlah dugaan korupsi pertama yang berkaitan dengan dana BOS di Aceh Besar.
Pada tahun 2013, pengelolaan dana BOS di Aceh Besar juga diduga mengalami potensi korupsi. Pada saat itu, katanya, Dinas Pendidikan Aceh Besar memerintahkan seluruh sekolah di tingkat SD dan SMP untuk melakukan pembelian Master TI (kaset pendataan) dengan biaya Rp2.500.000/sekolah. Masalahnya, perusahaan penyedia jasa untuk master TI telah ditentukan Dinas Pendidikan Aceh Besar.
Berdasarkan hasil monitoring GeRAK Aceh kasus ini sudah pernah ditangani oleh Kajati Aceh dengan surat perintah penyidikan No:B.1738/N.1/06/2014 tanggal 13 Juni 2014, tetapi hingga saat ini kasus tersebut tidak kunjung selesai dan bahkan berpotensi hilang atau di Peti-es-kan, padahal diketahui adanya potensi kerugian negara sebesar Rp. 2,5 m,? katanya.
Menyikapi hal tersebut, GeraK Aceh mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh yang baru untuk segera menuntaskan kasus korupsi pengelolaan dana BOS tahun 2013, dan mendorong kajati juga untuk proaktif mengusut dugaan adanya pemotongan dana BOS tahun 2015 yang potensi merugikan keuangan negara.
Kepala Kejati baru diharapkan untuk tegas dalam memberantas korupsi di sektor pendidikan, apalagi berdasarkan catatan GeRAK Aceh menemukan bahwa penegakan hukum di wilayah hukum Aceh Besar sama sekali tidak menunjukan peningkatan yang baik dalam memberantas korupsi. Kinerja Kajari Jantho juga sangat tidak memuaskan dalam memeberantas korupsi, maka dari hal tersebut Kepala Kejati baru perlu melakukan suvervisi aktif diwilayah hukum Aceh Besar.
Kemudian kedua, GeRAK Aceh juga mendesak Kementerian Pendidikan Nasional untuk dapat melakukan audit faktual terhadap pengelolaan dana BOS di Aceh Besar.
Audit ini sangat penting dilaksanakan karena berdasarkan fakta dan hasil lapangan ditemukan bahwa sebagaian besar pengelolaan dana BOS yang dituangkan dalam laporan pertanggungjawaban yang dikirimkan ke kementerian adalah fiktif, dan bahkan tak jarang dana-dana tersebut tidak diperuntukan sebagaimana Juknis dan Juklak atas pengelolaan BOS, tetapi dipakai untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan juknis yang telah ditetapkan.(r)