PTMKS dan Ajang Mafia Tanah

KUALASIMPANG (MA) – Perdebatan perebutan atas tanah yang dikuasai oleh Persatuan Tolong Menolong Kemalangan Setempat (PTMKS), berubah status dari Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Hak Pakaia (HP).

Pengklaiman terjadi antara John Malik (Ahli Waris Tanah) cucu dari Aw Malik (Bukan Pemilik Tanah yang sah) dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh. Yang menurut Mursil (Bupati Aceh Tamiang) sudah dihibahkan dari Menteri Keuangan RI kepada Pemkab Aceh Tamiang dengan status Hak Pakai (HP).

Ini adalah kejanggalan dan sangat aneh, kok bisa tanah orang yang memiliki kekuatan hukum tetap (ada surat asli dari tanah tersebut) berubah status dan menjadi penguasaan Pemkab Aceh Tamiang?. Dari HGB menjadi HP. berlanjut terhadap wadah Persatuan Tolong Menolong Kemalangan Setempat (PTMKS) dan tanah yang diakui John Malik cucu dari Aw Malik bahwa pemilik tanah eks sekolah Thibun School, Lapangan Basket dan beberapa lokasi adalah milik mereka.

Kontroversi terus berlanjut dan Pemkab Aceh Tamiang mengambil keuntungan dari kasus ini, ternyata setelah didesak oleh pengacara yang ditunjuk John Malik, Husni Thamrin Tanjung, SH dan Selvi minta keabsahan atas tanah sebagai ahli waris, John Malik tak kuasa menampilkan Grand Blok (Sertifikat Masa Pemerintah Kolonial Belanda), kepada Husni dan Selvi.

Husni dan Selvi mundur sebagai pengacara John Malik, karena selain tidak mampu memperlihatkan kekuatan hukum tetapnya, seperti yang diminta oleh mereka. Dan sebaliknya John Malik membawa pengacara lain dari Banda Aceh.

Kontroversi ini diambil alih oleh Pemkab Aceh Tamiang, untuk menguasai tanah yang notabenenya milik, Tjan Djien Thuan tanah yang dibeli oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1933.

Surat yang tertuang dalam bahasa Belanda setebal 15 halaman ‘In Naam Der Koningin Nummer 26 Tahun 1933. Dengan proses Pembayaran saat pembeluan selama empat tahun. Dari tahun 1933 – 1937 dengan nilai 4.200 Gulden.

Perjanjian pembelian dilakukan di Afdelling Tamiang kecamatan Gayo Lues dan Serba Jadi. Keresidenan Aceh, Gubernur Sumatera tahun 1933.

Saat pemilik (Tjan Djien Thuan) meninggal dunia pada tahun 1962, selanjutnya tanah tersebut beralih langung kepada Ahli waris sedarah atas nama Tjan Boen Kiong (Burhan Tjandra).

BACA JUGA...  Sail Sabang Diagungkan Gudang Tua Dibiarkan

Surat asli dipegang oleh Tjan Boen Kiong sampai tahun 2008 (karena meninggal). Namun Tjan Boen Kiong saat masih hidup pernah berpesan, Sertifikat berbahasa Belanda tersebut akan diserahkan kepada anak kandungnya Awaluddin Candra atau Ationg.

Sepeninggal Tjan Boen Kiong, sah sertifikat asli berbahasa Belanda tersebut dipegang oleh Awaluddin Candra alias Ationg hingga saat.

Namun, PTMKS dan John Malik menganggap ahli waris tersebut telah meninggal dunia dan dianggap tanah yang dikuasai oleh PTMKS adalah tak bertuan.

Hingga John Malik meradang dan mengguggat Pemkab Aceh Tamiang melalui pengacaranya. John Malik ingin menguasai tanah eks Tiong Hoa atau Qhiboen School, SDN Nomor 4-5 dan 6, Kantor-Rumah Tinggal dan Lapangan Bola Basket.

Pemkab Aceh Tamiang terkecoh, danggap tanah tersebut tak bertuan dan dikuasai oleh Persatuan Tolong Menolong Kemalangan Setempat (PTMKS). Padahal PTMKS hanya menumpang diatas milik Tjan Boen Kiong.

Oleh Tjan Boen Kiong, sebelum ada PTMKS, adalah yayasan BKSK, yang diurus oleh Aw Kin San (orang tua dari John Malik), namun Tjan Boen Kiong menawarkan dari Yayasan BKSK ditutup berganti PTMKS dan menempati diatas tanah milik Tjan Boen Kiong.

Yang sekarang ada Qiboen School, lapangan Bola Basket, Kantor – Rumah Tinggal dan kantor PTMKS. Adalah milik ahli waris sah atas tanah tersebut dari Tjan Boen Kiong kepada Awaluddin Candra alias Ationg.

Hari ini berubah status atas ketidak mau tahuan dan kepiawaian Pemkab Aceh Tamiang bisa merubah dari HBG menjadi Hak Pakai hibah Menteri Keuangan kepada Pemkab Aceh Tamiang.

Aset tersebut diambil alih negara dan diserahkelolakan kepada Pemkab Aceh Tamiang. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 280/KM6/2014 tahun 2014, tentang penyelesaian status kepemilikan aset bekas milik asing/cina berupa tanah (DH ex SDN No 456 kantor/rumah tinggal dan lapangan bola basket) seluas 3.638,1 meter kubik di jalan Ahmad Yani, Kota Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang.

Keputusan Menkeu nomor 280/KM6/2014 telah memantapkan status hukum atas tanah tersebut menjadi barang milik daerah, yang ditandatangani Direktur Jenderal Kekayaan Negara pada Kemenkeu RI, Hadiyanto.

BACA JUGA...  Satgas Covid-19 Sebut Pentingnya Komunikasi Terstruktur Dalam Program Vaksinasi

Pemkab Aceh Tamiang yang seharusnya menyelesaikan sengketa atas tanah tersebut, bukan mengambil alih kekuasaan atas tanah yang notabenenya ada pemiliknya.

Keluarga besar Awaluddin Candra akan melakukan gugatan balik, terhadap penguasaan tanah atas ahli waris sah tanah tersebut baik kepada Pemkab Aceh Tamiang dan minta kepada Menteri Keuangan untuk membatalkan surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 280/KM6/2014 tahun 2014 tersebut batal demi hukum, sebab tanah yang dikuasai pemkab ada pemiliknya.

Bahasa PTMKS hibah menteri keuangan yang dikatakan Bupati Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, Mursil kepada media cetak terbitan lokal dan online, terindikasi telah melakukan pembohongan publik dan penggelapan data yang asli.

“Mursil sudah salah kaprah, menguasai tanah milik orang, dan telah melakukan penggelapan data asli surat kepemilikan yang asli atas nama Tjan Boen Kiong, ini tindakan melawan hukum dan bisa mengarah kepidana,” jelas Bambang Herman SH, Aktifis Sosial dan Pemerhati Hukum Pidana. Kepada atjehfaily.id.

Dia mengatakan, pengajuan hak pakai ke menteri keuangan Pemkab Aceh Tamiang ke Pusat, dasar hukumnya apa, siapa yang merekomendasikan, lalu kenapa sebelum melakukan pengajuan diteliti terlebih dahulu.

Bambang melihat, Pemkab Aceh Tamiang telah melakukan penzoliman kepada ahli waris atas kepemilikan tanah Tjan Boen Kiong tersebut batal demi hukum.

Dia minta, Pemkab Aceh Tamiang harus meninjau dan mengusulkan kembali kepada Menteri Keuangan untuk membatalkan SK Menkeu tersebut.

“Jika ini tidak dilakukan, pihak keluarga besar penerima ahli waris Tjan Boen Kiong akan menuntut secara hukum sebab Mursil telah melakukan Abuse Of Power terhadap penguasaannya,” tegas Bambang.

Ini Pernyataan Mursil Yang Kontroversi

Malah pada hari Jum’at tanggal 17 Mei 2019, Husni Thamrin Tanjung, SH penerima kuasa khusus tertanggal 25 Februari 2019, atas nama Jhon Malik cucu dari Auw Malik, jenis kelamin : laki-laki, tempat/tanggal lahir : kualasimpang 08 Mei 1961 Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Pekerjaan : Wiraswasta, Alamat : Dusun Mawar, RT 000/RW 000, Kampung Bukit Rata, kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, hadir dilokasi tanah PTMKS dan sejak saat itu sampai berita ini ditayangkan, aktivitas pembangunan mulai terhenti.

Terkait dalam pembangunan kios buah dilokasi lahan seputar PTMKS, para pihak wartawan melakukan sebuah konfirmasi terhadap H.Mursil, SH.M.Kn selaku Bupati Aceh Tamiang, diruang kerjanya menyampaikan “Tanah tersebut di dapat oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melalui hibah Menteri Keuangan”, terangnya, Awalnya tanah tersebut luas sekitar 4000 M2 lebih, namun saat pengukuran sebagian sudah dikurangi dengan bangunan jalan dan beberapa bangunan lainnya”, Ujar H. Mursil selaku Bupati Aceh Tamiang. Rabu (22/05/2019).

BACA JUGA...  Alhamdulillah Kota Sabang Sudah Berumur 58 Tahun Berkat Semangat Kolaborasi Membangun Negeri

Lanjut H. Mursil selaku Bupati mengatakan “Kami meminta, jika ada pihak-pihak yang mengaku lahan tersebut miliknya, agar mereka melakukan gugatan ke pengadilan, hingga dapat terselesaikan dengan jelas,” Tegas Mursil.

H. Mursil juga mengatakan “Ditempat tersebut akan dibangun kios buah yang bersifat sementara dan seluruh bangunan yang ada diujung jembatan Kota Kualasimpang akan segera dipindahkan, Dan Pemerintah Daerah akan terus melanjutkan pembangunan, dan akan mencari solusi untuk berbagai persoalan yang terjadi, namun jika ada pihak-pihak menghalangi, maka akan dilakukan tindakan tegas,” Akhir Penyampaian Bupati Aceh Tamiang.

Padahal, kata Bambang, kios itu dibangun oleh dana Coorporate Social Responsibility (CSR) PT Rapala, muncul pertanyaan kenapa dana CSR bisa membangun fisik diluar area, sudah jelas di UU Pokok Agraria, penerima manfaat adalah masyarakat yang berada di lingkup HGU PT Rapala, ada apa ini?.

Sepertinya masyarakat dicekokin dengan pembohongan pembohongan, lalu dengan masuknya Popo (Pentolan PTMKS) akan membangun sekolah bertarap internasional dengan tiga bahasa juga menutupi atas kecurangan yang dilakukan Pemkab Aceh Tamiang terhadap tanah milik Tjan Boen Kiong.

“Ini dagelan tingkat atas yang harus segera diobati, agar tidak semakin melatah. Kita lihat, Allah akan menunjukkan yang benar dan yang salah,” Pungkas Bambang. (Syawaluddin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Malu Achh..  silakan izin yang punya webs...