Intervensi Pemilu, DPRA Dinilai Salah Gunakan Kewenangan

Banda Aceh (MEDIAACEH)- Menyikapi dikeluarkannya Surat Nomor 161/2611 tanggal 5 Oktober 2017 perihal Penundaan Pelaksanaan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu oleh DPRA. Pengamat politik dan Keamanan Aceh, Aryos Nivada, menyatakan bahwa surat tersebut menjadi indikasi dari darurat demokrasi di Aceh. Sebab surat merupakan bentuk intervensi sekaligus ancaman DPRA terhadap kemandirian penyelenggaraan Pemilu di Aceh.

“Demokrasi di Aceh kini berada dalam posisi darurat sebab sudah dibayang bayangi oleh teror yang dilakukan oleh DPRA dengan berupaya mengontrol jalannya penyelenggaraan Pemilu 2019 di Aceh. surat yang dikeluarkan DPRA tersebut merupakan indikasi ancaman sekaligus bentuk intervensi parlemen lokal yang didominasi partai lokal dalam mempengaruhi kemandirian dan independensi penyelenggara pemilu di Aceh. hal ini sangat mengkhawatirkan saya kira,” ujar Aryos.

Sambung Aryos, ini semakin menegaskan bahwa adanya upaya yang dilakukan DPRA dalam mengontrol kebijakan penyelenggaraan pemilu di Aceh. Urai Aryos,  surat tersebut terkesan memerintahkan agar KPU RI dan KIP Aceh untuk tidak mengimplementasikan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Aceh hanya karena sedang dalam proses sengketa di MK.

“Padahal DPRA sama sekali tidak berwenang untuk mengintervensi penyelenggaraan pemilu,” kata Aryos.

BACA JUGA...  Pertemuan Anies dengan Koalisi Perubahan: Bahas Harapan Rakyat, Tegaskan Cawapres Dari Internal Koalisi

Dalam UUPA terang Aryos,. kewenangan DPRA dalam kelembagaan penyelenggara Pemilu di Aceh terbatas pada rekruetmen penyelenggara. Sedangkan terkait dengan mekanisme teknis penyelenggaraan hal tersebut merupakan ranah KIP sebagai penyelenggara pemilu.

“Dengan demikian, DPRA dalam hal ini telah melakukan tindakan Abuse of Power alias penyalahgunaan kekuasaan. karena sudah menggunakan kekuasaan diluar daripada kewenangannya,” tegas dosen Ilmu Politik Unsyiah ini.

Terakhir, pemegang gelar Magister Ilmu Politik ini mendukung agar proses seleksi tidak lagi melibatkan unsur parlemen lokal (DPRA/DPRK). Karena proses rekrutmen satu pintu via DPRA/DPRK dinilainya rentan dengan ancaman dan intervensi terhadap kemandirian penyelenggaraan pemilu.

BACA JUGA...  Sosok Sarjani Abdullah Di Mata Ini Tokoh Perempuan Pidie dan Aktivis LSM

“Parlemen lokal merasa berhak untuk mengontrol jalannya pemilu. Karena mereka menganggap penyelenggara dipilih oleh mereka,” demikian Aryos menilai. (R)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Malu Achh..  silakan izin yang punya webs...