DPD RI: Pasca Putusan MK, Pilkada Di Daerah Khusus Kehilangan Haknya

Jakarta | AP – Wakil Ketua Komite I DPD RI Senator Fachrul Razi, MIP yang membidangi masalah Pemerintah Daerah dan Pengawasan Pilkada mengklaim, pasca putusan Mahkamah Konstitusi NOMOR 31/PHP.GUB-XV/2017 berkaitan dengan sengketa Pilkada Aceh, telah mengenyampingkan UU No.11 Tahun 2006 yang bersifat khusus, dengan sendirinya telah berdampak pada hilangkan kekhususan hak daerah yang memiliki desentralisasi asimetris yang dilindungi oleh UU Khusus dan UUD 1945 pasal 18B.

“Ini akan menjadi ancaman dan preseden buruk bagi masa depan kekhususan yang dimiliki oleh Aceh, Papua, Jogjakarta dan DKI Jakarta,” ujar mantan Juru Bicara Partai Aceh ini.

Sebelumnya MK telah mengeluarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007, bertanggal 23 Juli 2007 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-VIII/2010, bertanggal 30 Desember 2010 tersebut terkandung dua hal pokok, yaitu pemilihan kepala daerah tidak termasuk dalam keistimewaan Provinsi Daerah
Istimewa Aceh; dan putusan kedua yang menyatakan hubungan antara UU 11/2006 dengan UU Pemda bukan merupakan hubungan yang bersifat khusus dan hubungan yang bersifat umum. Sementara tahun 2017 ini, MK kembali menyatakan bahwa hubungan UU 11/2006 dengan UU 10/2016 bukanlah hubungan “lex specialis” dengan “lex generalis”.

BACA JUGA...  Paslon No. 5 Haili Yoga - Muchsin Hasan Disambut Antusias Oleh Masyarakat

“Keadaan demikian semata-mata berlaku karena adanya ketentuan Pasal 199 UU 10/2016. Hal ini menunjukkan bahwa posisi UUPA telah mengalami distorsi dan melemah secara hukum,” katanya.

Senator Fachrul Razi, menilai bahwa Mahkamah Konstitusi telah melangkahi kekhususan yang berlaku terhadap Aceh. “MK telah bertindak sangat tidak adil dengan keputusan tersebut dan ini tentunya akan merugikan daerah, bukan hanya Aceh tapi juga daerah khusus lainnya di Indonesia,” sebutnya.

Dikatakan dia, jika ini terjadi, maka kredibilitas MK terhadap semangat otonomi harus dipertanyakan kembali. “Jangan-jangan MK selama ini  mempunyai agenda yang tersembunyi terhadap daerah dengan UU khusus dengan cara melemahkan hak kekhususan yang dimiliki oleh daerah-daerah yang bersifat khusus,” ujarnya lagi.

BACA JUGA...  Pemkab Aceh Utara Himbau Masyarakat Terus Berhati-hati dan Tingkat Kewaspadaan 

UU Nomor11 Tahun 2006 merupakan urat nadi pembangunan di Aceh pasca konflik. UU tersebut merupakan titik kompromi politik pemerintah pusat dengan rakyat Aceh yang ingin melaksanakan otonomi. “Tetapi hari ini UU tersebut di kesampingkan bahkan tidak dirujuk sama sekali dalam mengadili permasalahan yang terjadi di wilayah Aceh,” tegasnya.

Dia pun meminta kepada semua elemen masyarakat dan lembaga pemerintahan di Aceh, untuk terus mempertahankan dan memperjuangkan UUPA agar tetap memiliki kekuatan hukum yang khusus sebagaimana dilindungi oleh UUD 1945 pasal 18B. “DPD RI akan terus melakukan pengawasan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2006,” tambah politisi Partai Aceh ini.

Bukan hanya MK, Senator Fachrul Razi menegaskan bahwa semua lembaga negara yang mempunyai kepentingan nasionalnya di Aceh harus menghormati keberadaan UU Nomor 11 Tahun 2016, Kepala Pemerintah Aceh dan DPR Aceh. “Kepada Pemerintah Aceh dan DPRA agar dapat melakukan upaya-upaya politis dan diplomatis dalam memperkuat posisi UUPA dengan UU nasional lainnya. Harus ada ketegasan dan political will dari Presiden dalam melihat UUPA sebagai UU yang bersifat khusus,” tutup Fachrul. (TM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *